Oleh : Abduh Zulfidar Akaha
Abdullah bin Busr Radhiyallahu Anhu berkata,
كانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى بَابَ قَوْمٍ لَمْ يَسْتَقْبِلْ الْبَابَ مِنْ تِلْقَاءِ وَجْهِهِ وَلَكِنْ مِنْ رُكْنِهِ الْأَيْمَنِ أَوْ الْأَيْسَرِ وَيَقُولُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ . (رواه أبو داود)
"Adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, apabila mendatangi pintu suatu kaum; beliau tidak menghadapkan wajahnya ke arah pintu, melainkan ke arah sisi kanan atau kiri seraya mengucapkan assalamu 'alaikum." (HR. Abu Dawud)[1]
Ini adalah suatu adab yang sangat tinggi dan santun dari pribadi seorang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika sedang bertamu atau mendatangi rumah salah seorang sahabatnya. Lihatlah, betapa beliau tidak mau menghadapkan wajahnya yang mulia ke arah pintu dikarenakan memelihara pandangan dari melihat sesuatu yang tidak pantas dilihat dan menjaga perasaan tuan rumah dari rasa sungkan jika dia belum dalam keadaan siap dikunjungi. Beliau lebih memilih menghadapkan wajahnya ke arah kanan atau kiri, demi menghindari melihat ke arah pintu yang jika dibuka akan langsung terlihat isi di dalamnya yang bisa jadi hal itu tidak berkenan bagi si tuan rumah.
"Mendatangi pintu suatu kaum," maksudnya yaitu mendatangi atau bertamu ke rumah sahabatnya. Disebutkannya kata "pintu" di sini, karena memang biasanya orang bertamu itu melalui pintu. Sehingga kata "pintu" ini dianggap mewakili atau sebagai kata ganti atau mempunyai pengertian sebagai rumah. Jadi, yang beliau lakukan ketika bertamu adalah; mengetuk pintu seraya mengucapkan "assalamu'alaikum" dan menghadapkan wajahnya ke arah kanan atau kiri, tidak ke arah pintu.
Tentang mengucapkan salam ketika bertamu, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً .
" Apabila kalian akan masuk rumah, maka ucapkanlah salam kepada diri kalian sebagai penghormatan dari sisi Allah yang penuh berkah dan kebaikan." (An-Nur: 61)
Demikianlah salah satu kebiasaan beliau dalam bertamu. Seyogyanya kita sebagai umatnya juga mengikuti jejak beliau; tidak berdiri di depan pintu ketika berkunjung ke rumah saudara, teman, tetangga, atau siapa pun, saat menunggu tuan rumah membukakan pintunya. Jangan sampai begitu pintu dibuka, tatapan mata kita langsung bertemu dengan yang membuka pintu, sehingga mengagetkan orang yang membuka pintu jika ternyata kita bukanlah tamu yang ditunggu. Sebab, bisa jadi ketika ada seorang istri sedang menunggu-nunggu temannya sesama perempuan yang akan datang ke rumahnya, ternyata ketika ada orang yang mengetuk pintu dan dia bergegas membuka pintu tanpa bertanya lagi, namun ternyata tamu tersebut adalah seorang laki-laki. Padahal si istri tersebut sedang mengenakan pakaian rumah yang tidak menutupi sebagian auratnya.
Atau, bisa juga karena si tamu dikira adalah orang dekat yang biasa datang ke rumahnya, lalu tuan rumah langsung membukakan pintu tanpa merapikan ruang tamunya atau isi rumahnya yang kebetulan sedang berantakan yang tampak dari luar. Sehingga si tamu pun melihat sesuatu yang tidak dikehendaki oleh tuan rumah. Apalagi, tidak sedikit orang yang membukakan pintu terlebih dahulu ketika ada orang yang mengetuk pintu (membunyikan bel) sebelum dia mengetahui siapa orang yang datang, sekadar untuk melihat siapa orang yang datang dan memintanya menunggu sebentar di luar tanpa langsung dipersilahkan masuk. Kemudian, setelah ruang tamu atau isi rumah yang tampak dari ruang tamu dibereskan, baru si tamu dipersilahkan masuk.
* * *
[1] Sunan Abi Dawud/Kitab Al-Adab/Bab Kam Marrah Yusallim Ar-Rajul fi Al-Isti`dzan/hadits nomor 4512. Al-Mundziri mengatakan bahwa dalam sanad hadits ini terdapat Baqiyah bin Al-Walid yang ketsiqahannya diperdebatkan. Namun menurut An-Nasa`i, jika Baqiyah memakai kata haddatsana atau akhbarana, maka dia adalah tsiqah (dalam hadits ini Baqiyah memakai kata haddatsana). Adapun Al-Jurjani mengomentari Baqiyah bin Al-Walid dengan la ba`sa (tidak ada masalah).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik
Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...
-
Oleh: Abduh Zulfidar Akaha P erseteruan antara kaum Asya’irah dan Salafiyah [1] adalah cerita lama. Bukan hanya sekarang. Dalam ...
-
Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...
Assalau alaikum...
BalasHapussalam kenal.
@ pak jackie chan
BalasHapuswa'alaikum salam wr. wb.
salam kenal juga pak...
-jet li- :D
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
BalasHapusTshirt Dakwah Online
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Tanda Pasangan Ada Niat Menikah