Sabtu, 25 Juni 2011

Berdoa dengan Mengangkat Tangan


Doa dengan Mengangkat Tangan
Umar2020@xxxx
Salam ustad,
Pernah saya melihat ada ustad diinterupsi jamaah usai ceramah. Persoalannya, si ustad, saat berdoa, beliau angkat tangan.
Padahal, setahu saya, semenjak kecil saya juga dijarkan doa dengan angkat tangan. Jadi bagaimana sebenarnya soal ini?
Wass
-----------------

Wa'alaikum salam wr. wb.
Bapak Umar yang baik, demikian beberapa hal kaitannya dengan mengangkat tangan dalam berdoa.
a. Berdoa dengan mengangkat tangan adalah sunnah
Membentangkan kedua tangan dan mengangkatnya dengan telapak tangan terbuka menghadap ke arah wajah atau mengarah ke atas dalam berdoa adalah sunnah, dan termasuk salah satu sebab dikabulkannya sebuah doa. Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
            إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا .
“Sesungguhnya Tuhanmu Tabaraka wa Ta’ala itu Mahamalu lagi dermawan. Dia malu jika ada hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya kepadanya, lalu orang itu mengembalikan kedua tangannya dalam keadaan kosong.”
[HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Umar bin Al-Khathab]
*Hadits shahih. Dishahihkan Al-Iraqi, Ibnu Hajar, dan Al-Albani*

Rabu, 15 Juni 2011

Hadits Keutamaan Puasa Bulan Rajab


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

            Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
رَجَبٌ شَهْرٌ عَظِيمٌ ، يُضَاعِفُ اللَّهُ فِيهِ الْحَسَنَاتِ ، فَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ سَنَةً ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ غُلِّقَتْ عَنْهُ سَبْعَةُ أَبْوَابِ جَهَنَّمَ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ عَشَرَةَ أَيَّامٍ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ شَيْئًا إِلا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا نَادَى مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ قَدْ غُفِرَ لَكَ مَا مَضَى فَاسْتَئْنِفِ الْعَمَلَ ، وَمَنْ زَادَ زَادَهُ اللَّهُ .
            “Rajab adalah bulan yang mulia. Allah melipatgandakan kebaikan di dalamnya. Barangsiapa puasa sehari di bulan Rajab, sama seperti puasa setahun. Barangsiapa puasa tujuh hari, tujuh pintu neraka Jahanam dikunci darinya. Barangsiapa puasa delapan hari, delapan pintu surga dibuka untuknya. Barangsiapa puasa sepuluh hari, apa pun yang dimintanya kepada Allah pasti diberi. Dan barangsiapa yang puasa lima belas hari, seorang malaikat menyeru di langit; Sungguh dosamu yang lalu telah diampuni, maka mulailah lakukan amal baik. Dan barangsiapa yang menambah, Allah pun akan menambahnya.”

Takhrij
            Hadits ini diriwayatkan Imam Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (5403), Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (3640), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (10872); dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
            Di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdul Ghafur Abu Ash-Shabah Al-Wasithi, di mana Imam Al-Bukhari mengatakan tentang Abdul Ghafar ini, “Orang-orang meninggalkannya. Dia haditsnya mungkar.”[1]

Selasa, 14 Juni 2011

Kelemahan Hadits Doa Menyambut Bulan Rajab


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Dinukil dari buku Hadits-hadits Ramadhan, hlm 269-271.

                Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu mengatakan, bahwa jika telah masuk bulan Rajab, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membaca,
          اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ .
                “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”[1]

Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Ath-Thabarani dalam Al-Awsath (4086) dan Ad-Du’a` (837), Abdullah bin Ahmad (2228), Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (3654) dan Al-Fadha`il (14), Ibnu As-Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah (658), Ibnu An-Najjar dalam Dzail Tarikh Baghdad (74), Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (4657), Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (biografi Ziyad bin Abdillah An-Numairi), dan Ibnu Abi Ad-Dunia dalam Fadha`il Ramadhan (1); semuanya dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu.

Jumat, 10 Juni 2011

9 Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah (8-9)

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Kedelapan; Hadits Membuat Umat Islam Terpecah-belah
            Di antara alasan yang sering dilontarkan kenapa mereka menolak Sunnah Nabi adalah karena hadits dianggap membuat umat Islam terpecah belah. Banyaknya hadits yang berbeda satu sama lain, membuat kaum muslimin pecah menjadi sejumlah golongan. Ada Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Syiah, Khawarij, Muktazilah, Murji`ah, Qadariyah, Jabariyah, dan lain-lain. Belum lagi pecahnya Ahlu Sunnah dengan adanya berbagai madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali, dan Zhahiriyah. Itu pun belum termasuk aliran tasawuf dengan berbagai tarekatnya.
            Tuduhan orang inkar Sunnah dalam masalah inilah yang membuat mereka selalu mendengung-dengungkan istilah, “Satu Kitab, Satu Tuhan, dan Satu Umat!”[1] Mereka mengatakan, bahwa dengan hanya berpegang teguh pada Al-Qur`an sajalah umat Islam bisa bersatu dan tidak berpecah belah.

            Bantahan
            Sebelum menjawab lebih lanjut tuduhan orang-orang inkar Sunnah ini, kami ingin mengatakan kepada mereka, bahwa bisa saja kaum muslimin berbeda pendapat dalam mengapresiasi Sunnah Nabi dalam masalah-masalah tertentu. Akan tetapi, para ulama kaum muslimin sama sekali tidak pernah berbeda pendapat bahwa orang yang menolak Sunnah Nabi yang terbukti keshahihannya –secara sanad dan matan– adalah kafir, murtad, dan telah keluar dari agama Islam![2]
            Menyikapi perbedaan dan perpecahan bahkan peperangan yang terjadi sesama kaum muslimin; Sunnah sama sekali tidak bisa disalahkan. Bagaimana kita mau menyalahkan Sunnah sementara mereka yang punya masalah saja tidak pernah menyalahkan Sunnah? Apa orang-orang inkar Sunnah ini lebih mengetahui apa yang terjadi di antara kaum muslimin yang bertikai daripada mereka sendiri yang mengalami? Apa mereka (inkar Sunnah) memang sengaja menjadikan Sunnah sebagai kambing hitam atas perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam?

Kamis, 09 Juni 2011

9 Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah (6-7)

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Keenam; Hadits Bertentangan dengan Al-Qur`an

          Orang inkar Sunnah dengan segala kebodohan dan kesesatannya mengatakan bahwa banyak hadits yang bertentangan dengan Al-Qur`an. Mereka benar-benar menutup mata (atau memang Allah telah membutakan mata mereka?) bahwa fakta yang sesungguhnya bukanlah pertentangan antara hadits dengan Al-Qur`an, melainkan Sunnah datang untuk menjelaskan sebagian isi Al-Qur`an yang masih samar, dan memerinci sebagian hukum dalam Al-Qur`an yang disebutkan secara global. Bahkan, ada pula Sunnah yang menasakh (menghapus) ayat Al-Qur`an. [1]
          Mereka pun menyodorkan sejumlah hadits yang mereka anggap bertentangan dengan Al-Qur`an. Misalnya,
  1. Hadits tentang shalat lima waktu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,[2]
خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ . (متفق عليه عن طلحة بن عبيد الله)
“Lima kali shalat dalam sehari semalam.” (Muttafaq Alaih dari Thalhah bin Ubaidillah)
Menurut mereka, hadits ini dan hadits-hadits lain tentang kewajiban shalat lima waktu bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
     أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا .
          “Dirikanlah shalat ketika matahari tergelincir hingga gelap malam dan (dirikan pula) shalat fajar.[3] Sesungguhnya shalat fajar itu disaksikan (oleh malaikat).” (Al-Israa`: 78)[4]
          Dalam ayat ini sama sekali tidak disebutkan shalat lima waktu. Allah hanya menyebutkan tiga waktu shalat dalam Al-Qur`an. Jadi, menurut mereka, hadits tentang shalat lima waktu bertabrakan dengan Al-Qur`an!
          2. Hadits Nabi tentang kadar zakat mal 2,5 %. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
          إِنِّي قَدْ عَفَوْتُ لَكُمْ عَنْ صَدَقَةِ الْخَيْلِ وَالرَّقِيقِ وَلَكِنْ هَاتُوا رُبُعَ الْعُشْرِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمًا . (رواه ابن ماجه عن علي بن أبي طالب)
          “Sesungguhnya aku telah memaafkan kalian dari zakat kuda dan budak. Tetapi, berikanlah dua setengah persen, dari setiap empat puluh dirham; satu dirham.” (HR. Ibnu Majah dari Ali bin abi Thalib)[5]

Rabu, 08 Juni 2011

9 Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah (4-5)


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Keempat; Banyak Pertentangan Antara Satu Hadits dengan Hadits yang Lain
            Di antara alasan yang membuat mereka menolak hadits adalah terdapat banyaknya hadits-hadits yang bertentangan satu sama lain. Kata mereka, sekiranya itu adalah benar berasal dari satu sumber, yakni dari Nabi, niscaya tidak akan ada di dalamnya hadits yang bertentangan. Lalu mereka pun menyebutkan sejumlah contoh hadits dalam suatu masalah yang saling bertentangan. Dan, di antara hadits yang sering mereka permasalahkan, misalnya adalah hadits tentang bacaan tasyahhud, dimana banyak sejumlah riwayat tentang bacaan dalam tasyahhud ini.[1] Kemudian, dikarenakan hal ini, mereka (inkar Sunnah) pun mengganti bacaan tasyahhud dengan ayat kursi![2]
            Bantahan
            Demikianlah orang inkar Sunnah. Ada-ada saja alasan yang mereka cari untuk mementahkan Sunnah. Padahal, sesungguhnya apa yang terdapat dalam Sunnah Nabi itu bukanlah pertentangan, melainkan perbedaan. Kalaupun toh, benar ada hadits-hadits yang bertentangan satu sama lain, maka di sana sudah ada patokan untuk memilah, memilih, dan menentukan mana hadits yang harus dikedepankan. Meskipun tidak sedikit dua –atau lebih– hadits yang berbeda bisa diamalkan semuanya. Sebab, para sahabat memang mendengar dari Nabi atau melihat beliau dalam kondisi yang berbeda-beda. Sehingga hadits yang mereka riwayatkan pun berbeda pula. Namun demikian, justru itulah fleksibelitas ajaran Islam ini. Tidak kaku, lentur, dan mudah.

Selasa, 07 Juni 2011

9 Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah (1-3)

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Selain berbagai ajaran dan pemahaman sesat di atas, yang membuat mereka hanya mau beriman kepada Al-Qur`an dan menerima Al-Qur`an saja sebagai satu-satunya kitab sumber syariat; mereka pun juga mempunyai sejumlah alasan kenapa menolak Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Meskipun menurut pengakuan mereka, sebetulnya yang mereka tolak bukanlah Sunnah Rasul, karena Sunnah Rasul adalah Al-Qur`an itu sendiri. Akan tetapi, yang mereka tolak sejatinya adalah hadits-hadits yang dinisbatkan kepada Nabi. Sebab, hadits-hadits tersebut –menurut mereka– merupakan perkataan-perkataan yang dikarang oleh orang-orang setelah Nabi. Dengan kata lain; hadits-hadits itu adalah buatan manusia!
            Setidaknya, ada sembilan alasan kenapa mereka menolak hadits Nabi, yaitu:

Pertama; Yang Dijamin Allah Hanya Al-Qur`an, Bukan Sunnah

            Sekiranya Allah menghendaki akan menjaga agama Islam ini dengan Al-Qur`an dan Sunnah, niscaya Dia akan memberikan jaminan tersebut dalam Kitab-Nya. Akan tetapi, karena Allah menghendaki bahwa hanya Al-Qur`anlah yang Dia jamin, maka Allah sama sekali tidak memberikan jaminan kepada selain Al-Qur`an. Allah tidak memberikan jaminan-Nya kepada Sunnah. Allah telah mencukupkan agama ini dengan Al-Qur`an saja tanpa yang lain. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
            إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ .
            “Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan adz-dzikr (Al-Qur`an), dan Kami benar-benar akan menjaganya.” (Al-Hijr: 9)
            Dalam ayat ini, yang dijamin akan dijaga oleh Allah adalah Al-Qur`an.

            Bantahan
            Orang Inkar Sunnah menafsirkan ayat ini dengan hawa nafsunya. Kalau saja mereka mau berpikir jernih dan melihat dengan cermat, tentu mereka tidak akan berkata demikian. Sebab, kata yang dipakai di sana adalah “adz-dzikr,” bukan Al-Qur`an. Sekiranya yang dimaksud Allah adalah hanya menjaga Al-Qur`an saja, niscaya Dia akan mengatakannya secara tegas, dengan menyebutkan kata “Al-Qur`an,” bukan “adz-dzikr.” Sebagaimana termaktub dalam banyak ayat Al-Qur`an yang menyebutkan demikian. Misalnya;
            وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ .
            “Dan apabila dibacakan Al-Qur`an, maka dengarkan dan perhatikanlah baik-baik agar kalian mendapat rahmat.” (Al-A’raf: 204)

Senin, 06 Juni 2011

Mengganti Nama yang Jelek dengan Nama yang Bagus


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha
(dinukil dari sini)

                Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata,
        أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُغَيِّرُ الِاسْمَ الْقَبِيحَ . (رواه الترمذي)
                "Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam biasa mengganti nama yang jelek." (HR. At-Tirmidzi)[1]
                Dalam Tuhfatu Al-Ahwadzi, Syaikh Al-Mubarakfuri mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan "mengganti nama yang jelek," yaitu mengubahnya dengan nama yang bagus.
                Demikianlah kebiasaan Rasulullah, apabila beliau menjumpai orang yang namanya jelek atau nama yang mempunyai makna tidak baik, beliau ganti nama orang tersebut dengan nama lain yang bagus. Sebab, pada Hari Kiamat nanti kita semua akan dipanggil dengan nama kita dan nama orangtua kita. Itulah makanya, kita mesti mengganti nama-nama yang buruk dengan nama-nama lain yang bagus dan mempunyai makna yang baik. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
        إِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ وَأَسْمَاءِ آبَائِكُمْ فَأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ . (رواه أحمد وأبو داود والدارمي)
                "Sesungguhnya kalian akan dipanggil nanti pada Hari Kiamat dengan nama-nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka, perbaguslah nama-nama kalian." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ad-Darimi)[2]
                Said bin Al-Musayyib menceritakan, bahwa kakeknya yang bernama Hazan pernah datang menemui Nabi. Lalu Nabi bertanya kepadanya, "Siapa namamu?" Dia menjawab, "Nama saya Hazan."[3] Nabi berkata, "Tidak, namamu adalah Sahal."[4] Dia berkata, "Saya tidak akan mengganti nama yang telah diberikan oleh ayahku."

Jumat, 03 Juni 2011

Hukum Memberikan Uang Pelicin


Adityawarman
aditya_wd@yahoo.coxx

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pak  ustad saya mau tanya: apakah boleh memberi sesuatu kepada orang lain dengan ikhlas supaya orang tersebut mau memeriksa pekerjaan kita lebih dahulu daripada memeriksa pekerjaan orang dan apa hukumnya dalam agama kita? Terima kasih.
------------------

Wa’alaikum salam wr. wb.
Bapak Adityawarman yang baik..
Ikhlas adalah membersihkan hati dari maksud apa pun selain hanya kepada Allah ketika melakukan suatu amal. Lebih luas lagi, ikhlas bisa dimaknakan sebagai; melakukan kebaikan apa pun dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta hanya mengharapkan ridha dan pahala-Nya semata, tanpa sedikit pun mengharapkan balasan dari selain-Nya.

(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik

Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...