Sabtu, 26 Februari 2011

Sejarah Inkar Sunnah


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha


Di antara berbagai bid’ah yang ada di dalam Islam atau menisbatkan dirinya kepada Islam, adalah bid’ah paham inkar Sunnah. Ini adalah salah satu bid’ah klasik yang sesat lagi menyesatkan. Paham ini sudah mulai muncul pada abad kedua Hijriyah. Mereka hendak mengganti syariat Allah dengan syariat hawa nafsu yang menafikan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan penafian eksistensi sahabat. Namun demikian, inkar Sunnah bukan barang baru dalam sejarah Islam. Jauh-jauh hari Rasulullah sudah memperingatkan,
يُوشِكُ الرَّجُلُ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيكَتِهِ يُحَدِّثُ بِحَدِيثٍ مِنْ حَدِيثِي فَيَقُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَا وَجَدْنَا فِيهِ مِنْ حَلَالٍ اسْتَحْلَلْنَاهُ وَمَا وَجَدْنَا فِيهِ مِنْ حَرَامٍ حَرَّمْنَاهُ أَلَا وَإِنَّ مَا حَرَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ . (رواه ابن ماجه عن المقدام بن معدي كرب)
            “Kelak akan ada seorang laki-laki yang duduk bersandar di ranjang mewahnya, dia berbicara menyampaikan haditsku. Lalu dia berkata, ‘Di antara kita sudah ada kitab Allah. Maka, apa yang kita dapatkan di dalamnya sesuatu yang dihalalkan, kita halalkan. dan apa yang diharamkan di dalamnya, maka kita haramkan. Padahal, sesungguhnya apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sama seperti apa yang diharamkan Allah.”[1] (HR. Ibnu Majah dari Al-Miqdam bin Ma’di Karib)
            Goresan sejarah mengungkapkan, bahwa memang ada sekelompok orang yang mengaku beragama Islam namun menolak keberadaan Sunnah, mengingkari kedudukan Sunnah, dan tidak mau menggunakan Sunnah sebagai sumber syariat setelah Al-Qur`an. Mereka hanya mau mengakui Al-Qur`an satu-satunya sumber syariat. Secara terang-terangan mereka tidak mau menerima hadits-hadits Nabi, baik yang mutawatir maupun yang ahad. Kata mereka; Sunnah tidak dibutuhkan, Al-Qur`an saja sudah cukup tanpa Sunnah. Namun, di antara mereka ada juga yang menggunakan hadits sebagai hujjah, meskipun hanya sebagian dan pilih-pilih. Terutama hadits-hadits tentang larangan menulis hadits, hadits-hadits yang dianggap bertentangan satu sama lain, dan hadits-hadits lain yang memungkinkan untuk diserang dikarenakan derajatnya yang lemah.
Sabda Nabi di atas terbukti sepeninggal beliau. Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu berkata, “Allah melaknat perempuan yang membuat tato, perempuan yang minta dibuatkan tato, perempuan yang mencabuti bulu di wajahnya, dan perempuan yang merenggangkan giginya agar kelihatan bagus, yang mengubah ciptaan Allah.”
Perkataan Ibnu Mas’ud ini didengar oleh seorang perempuan bernama Ummu Ya’qub. Dia pun datang kepada Ibnu Mas’ud dan berkata, “Saya dengar engkau melaknat perempuan yang begini dan begitu?” Kata Ibnu Mas’ud, “Kenapa saya tidak boleh melaknat orang yang dilaknat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan yang dilaknat dalam Kitab Allah?”
Perempuan itu berkata, “Sungguh saya telah membaca semua yang ada di antara dua papan,[2] tapi saya tidak mendapatkan apa yang engkau katakan?” Kata Ibnu Mas’ud, “Jika engkau benar-benar telah membacanya, maka sesungguhnya engkau telah mendapatkannya. Apa engkau tidak membaca, ‘Dan apa yang dibawa oleh Rasul untuk kalian, maka ambillah. Dan apa yang kalian dilarang (melakukannya)nya, maka hentikanlah’.”[3] Perempuan itu berkata, “Ya, benar.” Kata Ibnu Mas’ud, “Jadi, sesungguhnya Rasulullah telah melarang hal tersebut.”[4]

Jumat, 25 Februari 2011

Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara


 Harga : Rp. 55.000,-
 
Diskon : 20% + ongkos kirim
 
Tebal : 350 halaman

Cetakan I, Februari 2011




    

Daftar Isi
Misykat Nubuwwah                                         v
Pengantar Penerbit                                        vii
Kata Pengantar                                               xi
Pendahuluan; Fenomena Pengkeramatan
Kuburan                                                             1
Bayi Baru Lahir Dibawa Ziarah ke Makam Mbah Priuk   4
Masyarakat yang Bodoh Dibanggakan Media Massa
untuk Memperbodoh                                                          5
Shalat dan Berdo’a di Kuburannya                                          9

Bagian Satu
Kuburan yang Dikeramatkan
(DI Luar Jawa)

Makam Syiah Kuala (Aceh)                          15
Berdalil dengan Kisah Tsunami Aceh                              17
Fatwa tentang Meminta kepada Isi Kubur                       21
Belajar di Arab 19 tahun                                                   24
Tafsir Syekh ‘Abd Al-Ra’uf Al-Sinkili,
Tarjuman Al-Mustafid                                                       26
Masalah Nadzar untuk kubur                                           28
Definisi Syirik                                                                    30
Makam Syaikh Burhanuddin (Riau)             35
Ulama yang Sudah Wafat, Kuburannya Dikeramatkan,
Ulama yang Masih Hidup Ditinggalkan                            37
Makam Keramat Mabar (Medan)                43
Makam Datuk Keramat Darah Putih (Medan) 46
Makam Keramat Empat Datuk (Deli Serdang)   50
Makam Putri Ayu (Jambi)                             52
Makam Tanjung Lilin (Payakumbuh)           55
Makam dan Surau Tuo Taram (Payakumbuh) 58

Sabtu, 19 Februari 2011

Nabi Palsu

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي .
“Sesungguhnya akan ada tiga puluh orang pendusta di tengah umatku. Mereka semua mengaku nabi. Padahal, aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku.”

Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud (3710), At-Tirmidzi (2145), Ibnu Majah (3942), Ahmad (21361), Al-Baihaqi dalam Dala`il An-Nubuwwah (2901), Ibnu Wadhdhah dalam Al-Bida’ (249), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (8509), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (7361), dan Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin (2623); dari Tsauban bin Bujdud RA. At-Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih.” Al-Hakim berkata, “Hadits ini shahih menurut syarat Al-Bukhari dan Muslim, namun mereka berdua tidak mengeluarkannya.” Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam Tahqiq Misykat Al-Mashabih (5406), Shahih Sunan Abi Dawud (4252), Shahih Sunan At-Tirmidzi (2219), dan Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir (2654).

Dengan matan sedikit berbeda, hadits tentang akan munculnya nabi palsu juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3340), Muslim (7526), At-Tirmidzi (2144), Ahmad (6930), dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (199); dari Abu Hurairah RA.

Rahasia “Penutup Para Nabi”
Fakta akan munculnya nabi-nabi palsu, jauh-jauh hari sudah dikabarkan oleh Rasulullah SAW. Demikianlah yang tersirat dari sabda beliau, “Aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku.” Dan, demikian pula yang difirmankan Allah SWT,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا .
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (Al-Ahzab: 40)

Kata “penutup para nabi,” menyiratkan makna bahwa akan muncul nabi-nabi palsu, baik itu pada masa hidup Nabi Muhammad SAW maupun pasca beliau wafat. Fakta pun berbicara di kemudian hari, dimana sabda Nabi ini menemukan buktinya. Dan, kebenaran sabda ini tentu saja adalah sebagian dari mukjizat beliau.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Secara tekstual hadits ini menyebutkan bahwa tiga puluh orang tersebut semuanya mengaku nabi. Inilah dia rahasia sabda Nabi pada akhir hadits sebelumnya, ‘Dan sesungguhnya aku adalah penutup para nabi.’ Hal ini juga bisa berarti bahwa yang mengaku sebagai nabi di antara mereka hanya tiga puluh orang, sementara selebihnya adalah para pendusta saja namun mereka menyeru kepada kesesatan.”

Rabu, 09 Februari 2011

Republik Bohong; Hikayat Bangsa yang Senang Ditipu

Harga : Rp. 54.000,-
Diskon : 25% + ongkos kirim
Tebal : 344 halaman
Cetakan I, Februari 2011


Daftar Isi

Pengantar Penerbit ––– v
Pengantar Penulis ––– ix

Kalam Pembuka ––– 1

Para Ahli Bicara tentang Indonesia ––– 7
Apakah Karena Kutukan Allah? ––– 8
Puisi: “Negeri Para Bedebah” ––– 13
Serigalakan Bangsa Ini ––– 15
Syair Taufiq Ismail ––– 22
Siapa Kita? ––– 28
Membuka Topeng “Negara Gagal” ––– 32
Dana 26 Juta Dollar dari Amerika  ––– 35
DPR Cukup Efektif  ––– 39
Indonesia Dihancurkan IMF  ––– 44
Pandangan Prof. Mahfudh MD.  ––– 51
Bangsa Muslim, Tetapi Hobi Klenik ––– 54

Rakyat Indonesia Mudah Ditipu ––– 71
Bangsa Sakit Seharga “180 M”  ––– 72
Nasib Ngenes Kompor BPPT ––– 80
Pengkhianatan Para Pengamat Ekonomi  ––– 84
Kebohongan Publik di Balik Bailout Bank Century  ––– 93
Kebohongan Menteri Perekonomian! ––– 105
AC Manullang: “Penangkapan Ba’asyir adalah Grand
Strategy Amerika Serikat” ––– 116
Kronologi Peristiwa Terorisasi di Aceh ––– 123
Keanehan Fenomena Terorisme di Indonesia  ––– 127
Ofensif kepada Islam  ––– 128
Desain Kasus Teror ––– 130
Indonesia Sebagai Target  ––– 134
Makna Isu Terorisme  ––– 136
Penipuan Terbesar Abad 21 ––– 138
Siapa Patriot NKRI? ––– 142
Ide Perang Indonesia Vs Malaysia ––– 151
Antara Ustadz dan Politisi  ––– 160
Bukan Soal Keberanian ––– 161
Takut Resiko ––– 162
Masalah Kritis ––– 163
Mental Politisi  ––– 164
Orang Lemah, Jangan Ditipu!  ––– 166
Monumen Yahudi Berdiri Megah di Manado ––– 172

Membedah Akar Masalah Bangsa ––– 177
Benarkah Rakyat Indonesia Sudah Cerdas? ––– 178
Karakter Minder Bangsa Kita ––– 186
Sejarah Bangsa Minder  ––– 187
Minder Secara Kultural  ––– 194
Menegakkan Syahadat  ––– 197
Mengapa Shaum Kita Gagal?  ––– 200
Dominasi Islam Mataram  ––– 205
Sebab Kejayaan Bangsa  ––– 206
Islam Versi Mataram  ––– 208
Islam Orang Indonesia ––– 210
Islam Bercampur Kemusyrikan ––– 213
Semua Teori Sia-sia  ––– 215
Tradisi Kita, Melanggar Hukum! ––– 217
Realitas Penjajahan Baru di Indonesia  ––– 224
Mengapa Masyarakat Tidak Menghargai Dakwah Islam?.... 234
Lima Penyakit Bangsa ––– 243
Islam dan Isu Kebangsaan  ––– 249

Problema Bangsa dan Solusi Islam ––– 259
Mengapa Islam Selalu Dibenci? ––– 260
Keagungan Ajaran Islam ––– 266
Antara Syariat Islam dan NKRI ––– 278
Kesamaan Akar Historis  ––– 278
Membantah Fitnah Keji  ––– 280
Trauma Gerakan DI/TII Sebagai Gerakan Politik  ––– 284
Apakah Bangsa Indonesia Jujur?  ––– 287
Pertanyaan Menggelitik  ––– 290
Kearifan Konsep Piagam Jakarta ––– 294
Apakah Hukum Islam Kejam? ––– 305
Menilai Keadilan Hukum  ––– 309
Kenangan Perjalanan Umrah ––– 314
Penutup: Bangsa Kita Termakan Fitnah ––– 323

Tentang Penulis ––– 330

Rabu, 02 Februari 2011

Sikap Kaum Muslimin Terhadap Pemerintahan Yang Sah


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

[Dinukil seperlunya dari buku kami: “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?” hlm 229-238; menanggapi permintaan/ pertanyaan terkait kasus di Tunisia dan Mesir]

… … Baiklah, kita kembali lagi ke masalah sikap kaum muslimin terhadap penguasa atau pemerintahan yang sah. Secara ringkas, ada tiga macam sikap dalam hal ini. Yang pertama; yaitu dalam rangka dakwah amar makruf nahi mungkar dan saling memberikan nasehat kebenaran kepada saudara sesama muslim. Kedua memberontak kepada pemerintahan zhalim yang tidak mempedulikan ajaran Islam, suka berbuat maksiat, dan membawa banyak mafsadat bagi umat Islam. Dan ketiga, yaitu memberontak kepada pemerintahan yang sah karena hendak merebut kekuasaan, atau yang biasa dikenal sebagai kudeta (al-inqilab).
Sikap yang pertama, adalah sikap yang sudah seharusnya dilakukan oleh setiap muslim sebatas kemampuannya. Dan, sesungguhnya hal ini tidak hanya berlaku terhadap penguasa saja, melainkan juga terhadap orang lain selain penguasa, terhadap keluarga, saudara, dan umat Islam secara umum, bahkan terhadap diri sendiri. Banyak dalil-dalil dari Al-Qur`an Al-Karim dan Sunnah Nabi dalam hal ini. Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ .
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (An-Nahl: 125)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . (الحديث)
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Jika dia tidak sanggup, maka dengan lisannya. Dan bila masih tidak sanggup, maka dengan hatinya. Dan itu adalah iman yang paling lemah.” (Al-Hadits)[1]
Lebih khusus lagi, dalam masalah amar makruf nahi mungkar terhadap penguasa adalah sabda Nabi ketika ada seseorang yang bertanya kepada beliau, “Jihad apakah yang paling utama?” Beliau menjawab,
كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ . (الحديث)
“Mengatakan kebenaran di hadapan penguasa lalim.” (Al-Hadits)[2]
Dalam hadits di atas, jelas-jelas disebutkan bahwa mengatakan kebenaran di hadapan penguasa lalim adalah suatu jihad yang paling utama. Bagaimana mungkin seorang yang mengamalkan ajaran Islam dalam hal ini dicap sebagai pemberontak alias khawarij alias teroris? Jangankan terhadap penguasa yang zhalim, terhadap penguasa yang adil sekalipun, dakwah dan amar makruf nahi mungkar tetap harus ditegakkan. Lihatlah, betapa para Khulafa`ur Rasyidin sangat terbuka terhadap nasehat dan kritik yang ditujukan kepada mereka. Bahkan, mereka sangat mengharapkan adanya orang yang mau meluruskan mereka apabila mereka salah.
Sikap keras dan kritik dari kaum muslimin terhadap pemerintahannya dari dulu hingga sekarang pun tidak lepas dari koridor ini. Teramat banyak para ulama besar dalam sejarah Islam yang bersikap kritis dan tegas terhadap penguasa. Tidak sedikit di antara mereka yang harus mendapatkan konsekuensi berat atas sikap kritisnya tersebut; ada yang diusir dari negerinya, dipenjara, diintimidasi, diasingkan, disiksa, dan bahkan dibunuh (syahid) di jalan Allah. Mereka adalah para ulama yang tidak mengenal takut dalam menegakkan kebenaran apa pun konsekuensinya. Mereka meyakini sepenuhnya bahwa ini adalah jihad, bahkan merupakan jihad yang paling utama, sebagaimana yang disabdakan Nabi. Tidak ada yang mereka takuti selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.

(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik

Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...