Jumat, 11 November 2011

(PURA-PURA) LUPA


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Tak seperti biasa, kali itu ada yang berbeda dalam shalat Nabi Saw. Jumlah rakaatnya lebih banyak. Selepas salam, para sahabat mengingatkan beliau. Nabi pun segera menghadap ke arah kiblat dan bersujud dua kali lalu salam. Kemudian, beliau berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah manusia biasa, aku juga lupa sebagaimana kalian lupa. Oleh karena itu, jika aku lupa, maka ingatkanlah aku.” [Muttafaq Alaih dari Ibnu Mas’ud]
Siapa pun pernah lupa. Bahkan Nabi yang maksum pernah lupa. Namun lupa tak bisa disengaja dan sejatinya orang tidak ingin lupa. Bahkan kata “melupakan” bukan berarti lupa sesungguhnya. “Melupakan” hanyalah kata lain dari ketidak-inginan seseorang untuk mengingat kembali sesuatu yang tidak disukainya.
Di bulan Ramadhan, orang yang lupa makan dan minum saat puasa, adalah rezeki baginya. Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa yang makan atau minum karena lupa, maka hendaknya dia jangan berbuka, karena sesungguhnya itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya.” [HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah]

Senin, 08 Agustus 2011

Hadits Palsu Tentang Lima Hal yang Membatalkan Puasa


*Dinukil dari buku kami, Hadits-hadits Ramadhan, halaman 287-288.*        

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ وَيَنْقُضْنَ الْوُضُوْءَ : الْكَذِبُ وَالْغِيْبَةُ وَالنَّمِيْمَةُ وَالنَّظَرُ بِالشَّهْوَةِ وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ .
“Lima hal yang membuat orang puasa berbuka dan membatalkan wudhu: berkata dusta, ghibah, namimah (mengadu domba), memandang disertai syahwat, dan sumpah palsu.”

Takhrij
            Al-Burhanfuri berkata setelah menyebutkan hadits ini, “(Diriwayatkan) Al-Azdi dalam Adh-Dhu’afa` dan Ad-Dailami dalam Al-Firdaus dari Anas bin Malik (Radhiyallahu 'Anhu).”[1]

Derajat Hadits: Maudhu’
            Ibnul Jauzi berkata, “Ini adalah hadits maudhu.”[2]
            As-Suyuthi menukil dari Ibnu Abi Hatim dalam Al-‘Ilal, “Aku mendengar ayahku berkata; Ini adalah hadits dusta. Maisarah bin Abdi Rabbih adalah seorang yang suka membuat-buat hadits.”[3]
            Setelah mengutip perkataan Ibnul Jauzi, Az-Zaila’i menukil perkataan Ibnu Ma’in, “Said adalah seorang pendusta. (Para perawi) dari Said sampai ke Anas semuanya adalah orang-orang tertuduh.”[4]
            Asy-Syaukani memasukkan hadits ini sebagai hadits maudhu’ dalam Al-Fawa`id Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah (25).


[1] Kanzu Al-‘Ummal fi Sunan Al-Aqwal wa Al-Af’al (23813).
[2] Al-Maudhu’at/Ibnul Jauzi/Jilid 2/Hlm 195. Program Al-Maktabah Asy-Syamilah.
[3] Jam’u Al-Jawami’ (12302).
[4] Nashbu Ar-Rayah/Kitab Ash-Shaum/Bab Ma Yujib Al-Qadha` wa Al-Kaffarah/Jilid 2/Hlm 483.

Sabtu, 25 Juni 2011

Berdoa dengan Mengangkat Tangan


Doa dengan Mengangkat Tangan
Umar2020@xxxx
Salam ustad,
Pernah saya melihat ada ustad diinterupsi jamaah usai ceramah. Persoalannya, si ustad, saat berdoa, beliau angkat tangan.
Padahal, setahu saya, semenjak kecil saya juga dijarkan doa dengan angkat tangan. Jadi bagaimana sebenarnya soal ini?
Wass
-----------------

Wa'alaikum salam wr. wb.
Bapak Umar yang baik, demikian beberapa hal kaitannya dengan mengangkat tangan dalam berdoa.
a. Berdoa dengan mengangkat tangan adalah sunnah
Membentangkan kedua tangan dan mengangkatnya dengan telapak tangan terbuka menghadap ke arah wajah atau mengarah ke atas dalam berdoa adalah sunnah, dan termasuk salah satu sebab dikabulkannya sebuah doa. Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
            إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا .
“Sesungguhnya Tuhanmu Tabaraka wa Ta’ala itu Mahamalu lagi dermawan. Dia malu jika ada hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya kepadanya, lalu orang itu mengembalikan kedua tangannya dalam keadaan kosong.”
[HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Umar bin Al-Khathab]
*Hadits shahih. Dishahihkan Al-Iraqi, Ibnu Hajar, dan Al-Albani*

Rabu, 15 Juni 2011

Hadits Keutamaan Puasa Bulan Rajab


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

            Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
رَجَبٌ شَهْرٌ عَظِيمٌ ، يُضَاعِفُ اللَّهُ فِيهِ الْحَسَنَاتِ ، فَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ سَنَةً ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ غُلِّقَتْ عَنْهُ سَبْعَةُ أَبْوَابِ جَهَنَّمَ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ عَشَرَةَ أَيَّامٍ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ شَيْئًا إِلا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا نَادَى مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ قَدْ غُفِرَ لَكَ مَا مَضَى فَاسْتَئْنِفِ الْعَمَلَ ، وَمَنْ زَادَ زَادَهُ اللَّهُ .
            “Rajab adalah bulan yang mulia. Allah melipatgandakan kebaikan di dalamnya. Barangsiapa puasa sehari di bulan Rajab, sama seperti puasa setahun. Barangsiapa puasa tujuh hari, tujuh pintu neraka Jahanam dikunci darinya. Barangsiapa puasa delapan hari, delapan pintu surga dibuka untuknya. Barangsiapa puasa sepuluh hari, apa pun yang dimintanya kepada Allah pasti diberi. Dan barangsiapa yang puasa lima belas hari, seorang malaikat menyeru di langit; Sungguh dosamu yang lalu telah diampuni, maka mulailah lakukan amal baik. Dan barangsiapa yang menambah, Allah pun akan menambahnya.”

Takhrij
            Hadits ini diriwayatkan Imam Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (5403), Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (3640), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (10872); dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
            Di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdul Ghafur Abu Ash-Shabah Al-Wasithi, di mana Imam Al-Bukhari mengatakan tentang Abdul Ghafar ini, “Orang-orang meninggalkannya. Dia haditsnya mungkar.”[1]

Selasa, 14 Juni 2011

Kelemahan Hadits Doa Menyambut Bulan Rajab


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Dinukil dari buku Hadits-hadits Ramadhan, hlm 269-271.

                Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu mengatakan, bahwa jika telah masuk bulan Rajab, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membaca,
          اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ .
                “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”[1]

Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Ath-Thabarani dalam Al-Awsath (4086) dan Ad-Du’a` (837), Abdullah bin Ahmad (2228), Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (3654) dan Al-Fadha`il (14), Ibnu As-Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah (658), Ibnu An-Najjar dalam Dzail Tarikh Baghdad (74), Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (4657), Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (biografi Ziyad bin Abdillah An-Numairi), dan Ibnu Abi Ad-Dunia dalam Fadha`il Ramadhan (1); semuanya dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu.

Jumat, 10 Juni 2011

9 Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah (8-9)

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Kedelapan; Hadits Membuat Umat Islam Terpecah-belah
            Di antara alasan yang sering dilontarkan kenapa mereka menolak Sunnah Nabi adalah karena hadits dianggap membuat umat Islam terpecah belah. Banyaknya hadits yang berbeda satu sama lain, membuat kaum muslimin pecah menjadi sejumlah golongan. Ada Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Syiah, Khawarij, Muktazilah, Murji`ah, Qadariyah, Jabariyah, dan lain-lain. Belum lagi pecahnya Ahlu Sunnah dengan adanya berbagai madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali, dan Zhahiriyah. Itu pun belum termasuk aliran tasawuf dengan berbagai tarekatnya.
            Tuduhan orang inkar Sunnah dalam masalah inilah yang membuat mereka selalu mendengung-dengungkan istilah, “Satu Kitab, Satu Tuhan, dan Satu Umat!”[1] Mereka mengatakan, bahwa dengan hanya berpegang teguh pada Al-Qur`an sajalah umat Islam bisa bersatu dan tidak berpecah belah.

            Bantahan
            Sebelum menjawab lebih lanjut tuduhan orang-orang inkar Sunnah ini, kami ingin mengatakan kepada mereka, bahwa bisa saja kaum muslimin berbeda pendapat dalam mengapresiasi Sunnah Nabi dalam masalah-masalah tertentu. Akan tetapi, para ulama kaum muslimin sama sekali tidak pernah berbeda pendapat bahwa orang yang menolak Sunnah Nabi yang terbukti keshahihannya –secara sanad dan matan– adalah kafir, murtad, dan telah keluar dari agama Islam![2]
            Menyikapi perbedaan dan perpecahan bahkan peperangan yang terjadi sesama kaum muslimin; Sunnah sama sekali tidak bisa disalahkan. Bagaimana kita mau menyalahkan Sunnah sementara mereka yang punya masalah saja tidak pernah menyalahkan Sunnah? Apa orang-orang inkar Sunnah ini lebih mengetahui apa yang terjadi di antara kaum muslimin yang bertikai daripada mereka sendiri yang mengalami? Apa mereka (inkar Sunnah) memang sengaja menjadikan Sunnah sebagai kambing hitam atas perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam?

Kamis, 09 Juni 2011

9 Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah (6-7)

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Keenam; Hadits Bertentangan dengan Al-Qur`an

          Orang inkar Sunnah dengan segala kebodohan dan kesesatannya mengatakan bahwa banyak hadits yang bertentangan dengan Al-Qur`an. Mereka benar-benar menutup mata (atau memang Allah telah membutakan mata mereka?) bahwa fakta yang sesungguhnya bukanlah pertentangan antara hadits dengan Al-Qur`an, melainkan Sunnah datang untuk menjelaskan sebagian isi Al-Qur`an yang masih samar, dan memerinci sebagian hukum dalam Al-Qur`an yang disebutkan secara global. Bahkan, ada pula Sunnah yang menasakh (menghapus) ayat Al-Qur`an. [1]
          Mereka pun menyodorkan sejumlah hadits yang mereka anggap bertentangan dengan Al-Qur`an. Misalnya,
  1. Hadits tentang shalat lima waktu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,[2]
خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ . (متفق عليه عن طلحة بن عبيد الله)
“Lima kali shalat dalam sehari semalam.” (Muttafaq Alaih dari Thalhah bin Ubaidillah)
Menurut mereka, hadits ini dan hadits-hadits lain tentang kewajiban shalat lima waktu bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
     أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا .
          “Dirikanlah shalat ketika matahari tergelincir hingga gelap malam dan (dirikan pula) shalat fajar.[3] Sesungguhnya shalat fajar itu disaksikan (oleh malaikat).” (Al-Israa`: 78)[4]
          Dalam ayat ini sama sekali tidak disebutkan shalat lima waktu. Allah hanya menyebutkan tiga waktu shalat dalam Al-Qur`an. Jadi, menurut mereka, hadits tentang shalat lima waktu bertabrakan dengan Al-Qur`an!
          2. Hadits Nabi tentang kadar zakat mal 2,5 %. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
          إِنِّي قَدْ عَفَوْتُ لَكُمْ عَنْ صَدَقَةِ الْخَيْلِ وَالرَّقِيقِ وَلَكِنْ هَاتُوا رُبُعَ الْعُشْرِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمًا . (رواه ابن ماجه عن علي بن أبي طالب)
          “Sesungguhnya aku telah memaafkan kalian dari zakat kuda dan budak. Tetapi, berikanlah dua setengah persen, dari setiap empat puluh dirham; satu dirham.” (HR. Ibnu Majah dari Ali bin abi Thalib)[5]

Rabu, 08 Juni 2011

9 Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah (4-5)


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Keempat; Banyak Pertentangan Antara Satu Hadits dengan Hadits yang Lain
            Di antara alasan yang membuat mereka menolak hadits adalah terdapat banyaknya hadits-hadits yang bertentangan satu sama lain. Kata mereka, sekiranya itu adalah benar berasal dari satu sumber, yakni dari Nabi, niscaya tidak akan ada di dalamnya hadits yang bertentangan. Lalu mereka pun menyebutkan sejumlah contoh hadits dalam suatu masalah yang saling bertentangan. Dan, di antara hadits yang sering mereka permasalahkan, misalnya adalah hadits tentang bacaan tasyahhud, dimana banyak sejumlah riwayat tentang bacaan dalam tasyahhud ini.[1] Kemudian, dikarenakan hal ini, mereka (inkar Sunnah) pun mengganti bacaan tasyahhud dengan ayat kursi![2]
            Bantahan
            Demikianlah orang inkar Sunnah. Ada-ada saja alasan yang mereka cari untuk mementahkan Sunnah. Padahal, sesungguhnya apa yang terdapat dalam Sunnah Nabi itu bukanlah pertentangan, melainkan perbedaan. Kalaupun toh, benar ada hadits-hadits yang bertentangan satu sama lain, maka di sana sudah ada patokan untuk memilah, memilih, dan menentukan mana hadits yang harus dikedepankan. Meskipun tidak sedikit dua –atau lebih– hadits yang berbeda bisa diamalkan semuanya. Sebab, para sahabat memang mendengar dari Nabi atau melihat beliau dalam kondisi yang berbeda-beda. Sehingga hadits yang mereka riwayatkan pun berbeda pula. Namun demikian, justru itulah fleksibelitas ajaran Islam ini. Tidak kaku, lentur, dan mudah.

Selasa, 07 Juni 2011

9 Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah (1-3)

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Selain berbagai ajaran dan pemahaman sesat di atas, yang membuat mereka hanya mau beriman kepada Al-Qur`an dan menerima Al-Qur`an saja sebagai satu-satunya kitab sumber syariat; mereka pun juga mempunyai sejumlah alasan kenapa menolak Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Meskipun menurut pengakuan mereka, sebetulnya yang mereka tolak bukanlah Sunnah Rasul, karena Sunnah Rasul adalah Al-Qur`an itu sendiri. Akan tetapi, yang mereka tolak sejatinya adalah hadits-hadits yang dinisbatkan kepada Nabi. Sebab, hadits-hadits tersebut –menurut mereka– merupakan perkataan-perkataan yang dikarang oleh orang-orang setelah Nabi. Dengan kata lain; hadits-hadits itu adalah buatan manusia!
            Setidaknya, ada sembilan alasan kenapa mereka menolak hadits Nabi, yaitu:

Pertama; Yang Dijamin Allah Hanya Al-Qur`an, Bukan Sunnah

            Sekiranya Allah menghendaki akan menjaga agama Islam ini dengan Al-Qur`an dan Sunnah, niscaya Dia akan memberikan jaminan tersebut dalam Kitab-Nya. Akan tetapi, karena Allah menghendaki bahwa hanya Al-Qur`anlah yang Dia jamin, maka Allah sama sekali tidak memberikan jaminan kepada selain Al-Qur`an. Allah tidak memberikan jaminan-Nya kepada Sunnah. Allah telah mencukupkan agama ini dengan Al-Qur`an saja tanpa yang lain. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
            إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ .
            “Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan adz-dzikr (Al-Qur`an), dan Kami benar-benar akan menjaganya.” (Al-Hijr: 9)
            Dalam ayat ini, yang dijamin akan dijaga oleh Allah adalah Al-Qur`an.

            Bantahan
            Orang Inkar Sunnah menafsirkan ayat ini dengan hawa nafsunya. Kalau saja mereka mau berpikir jernih dan melihat dengan cermat, tentu mereka tidak akan berkata demikian. Sebab, kata yang dipakai di sana adalah “adz-dzikr,” bukan Al-Qur`an. Sekiranya yang dimaksud Allah adalah hanya menjaga Al-Qur`an saja, niscaya Dia akan mengatakannya secara tegas, dengan menyebutkan kata “Al-Qur`an,” bukan “adz-dzikr.” Sebagaimana termaktub dalam banyak ayat Al-Qur`an yang menyebutkan demikian. Misalnya;
            وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ .
            “Dan apabila dibacakan Al-Qur`an, maka dengarkan dan perhatikanlah baik-baik agar kalian mendapat rahmat.” (Al-A’raf: 204)

Senin, 06 Juni 2011

Mengganti Nama yang Jelek dengan Nama yang Bagus


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha
(dinukil dari sini)

                Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata,
        أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُغَيِّرُ الِاسْمَ الْقَبِيحَ . (رواه الترمذي)
                "Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam biasa mengganti nama yang jelek." (HR. At-Tirmidzi)[1]
                Dalam Tuhfatu Al-Ahwadzi, Syaikh Al-Mubarakfuri mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan "mengganti nama yang jelek," yaitu mengubahnya dengan nama yang bagus.
                Demikianlah kebiasaan Rasulullah, apabila beliau menjumpai orang yang namanya jelek atau nama yang mempunyai makna tidak baik, beliau ganti nama orang tersebut dengan nama lain yang bagus. Sebab, pada Hari Kiamat nanti kita semua akan dipanggil dengan nama kita dan nama orangtua kita. Itulah makanya, kita mesti mengganti nama-nama yang buruk dengan nama-nama lain yang bagus dan mempunyai makna yang baik. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
        إِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ وَأَسْمَاءِ آبَائِكُمْ فَأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ . (رواه أحمد وأبو داود والدارمي)
                "Sesungguhnya kalian akan dipanggil nanti pada Hari Kiamat dengan nama-nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka, perbaguslah nama-nama kalian." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ad-Darimi)[2]
                Said bin Al-Musayyib menceritakan, bahwa kakeknya yang bernama Hazan pernah datang menemui Nabi. Lalu Nabi bertanya kepadanya, "Siapa namamu?" Dia menjawab, "Nama saya Hazan."[3] Nabi berkata, "Tidak, namamu adalah Sahal."[4] Dia berkata, "Saya tidak akan mengganti nama yang telah diberikan oleh ayahku."

Jumat, 03 Juni 2011

Hukum Memberikan Uang Pelicin


Adityawarman
aditya_wd@yahoo.coxx

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pak  ustad saya mau tanya: apakah boleh memberi sesuatu kepada orang lain dengan ikhlas supaya orang tersebut mau memeriksa pekerjaan kita lebih dahulu daripada memeriksa pekerjaan orang dan apa hukumnya dalam agama kita? Terima kasih.
------------------

Wa’alaikum salam wr. wb.
Bapak Adityawarman yang baik..
Ikhlas adalah membersihkan hati dari maksud apa pun selain hanya kepada Allah ketika melakukan suatu amal. Lebih luas lagi, ikhlas bisa dimaknakan sebagai; melakukan kebaikan apa pun dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta hanya mengharapkan ridha dan pahala-Nya semata, tanpa sedikit pun mengharapkan balasan dari selain-Nya.

Selasa, 24 Mei 2011

SMS Berhadiah & Takbir Lebaran

Assalamu'alaikum wr. wb.
Langsung saja Ustadz, saya mau tanya dan bisa dijawab di catatan atau dinding FB supaya semua bisa baca.
1. SMS berhadiah sudah dihukumi judi karena tarifnya tidak sesuai dengan tarif biasa, serta pengirim menunggu diundi untuk call. Dengan kata lain, sms berhadiah jelas-jelas haram.
Pertanyaan, jika sms berhadiah umroh. apakah juga umrohnya termasuk haram?
2. Saat takbir menyambut Idul Fitri, masih banyak yang mengumandangkan 3x takbir sebelum disambung tahlil dan tahmid. Saya tidak tahu, takbir 3x tersebut haditsnya hasan atau bahkan dhoif? Sementara hadits yang sahih setahu saya menuntunkan takbir 2x sebelum tahlil dan tahmid.
3. Masih soal Idul Fitri, ketika salat 'Ied dituntunkan takbir 7x di rakaat pertama dan 5x di rakaat kedua. Pertanyaannya, bagaimana posisi kedua tangan ketika takbir selain takbiratul ihrom? apakah diangkat seperti takbiratul ihram? Atau tangan tetap bersedekap dan hanya mulut yang mengumandangkan takbir selama 7x dan 5x?

hamba Allah
di fesbuk
= = = = = = =

Wa'alaikum salam wr. wb.
1. Judi diharamkan karena bersifat untung-untungan dan ada pihak yang dirugikan. Lebih tepatnya, kata para ulama, setiap permainan apa pun yang ada taruhan di dalamnya, itulah judi.
Saya setuju SMS berhadiah adalah judi. Praktis, hadiah apa pun yang dijanjikan semuanya adalah satu paket dengan judi. Sekalipun hadiahnya dalam bentuk umroh ataupun haji. Bukan umroh atau hajinya yang haram, tetapi hadiah perjudian itulah yang diharamkan.
Sama seperti judi, korupsi juga haram. Tapi apakah jika uang hasil korupsi dipakai umroh atau haji, lalu umroh dan hajinya diterima Allah? Tentu tidak. Sebab, Allah hanya menerima amalan yang baik-baik saja. Rasulullah Saw bersabda,

Kamis, 19 Mei 2011

Hukum Bisnis MLM

BISNIS MLM
Aliya Falihah J
email: maimanah74@yahoo xxx
Assalamu'alaikum wr. wb.
Ustadz, saat ini saya ditawari bisnis MLM, yang untungnya subhanallah besar sekali apabila kita dapat mencari downline, dan katanya bisa sampai seumur hidup dapat dinikmati, bagaimana hukum bisnis MLM tersebut?? Apakah halal hasil usaha tersebut?? Syukron Ustadz.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
= = = = =

Wa'alaikum salam wr. wb.
Bu Aliya yang baik..

Pada dasarnya bisnis MLM dan bisnis yang lain kurang lebih sama saja. Ini masuk dalam ranah fiqih mu’amalah, di mana ada kaidah mengatakan,
الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ .
“Pada dasarnya segala sesuatu itu mubah (boleh), sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya.”

Yang membedakan adalah sistem penjualannya. Dan, yang terpenting dalam bisnis atau jual beli, adalah bagaimana ia memenuhi unsur jual beli yang halal, sehingga bisnis itu menjadi halal. Sebaliknya, jika dalam suatu bisnis terdapat unsur gharar (penipuan), ikrah (pemaksaan, meski secara halus), ghisy (kecurangan), maysir (untung-untungan, judi), riba, ghubn fahisy (mark up harga yang terlalu), jahalah (ketidakjelasan), zhulm (merugikan), dharar (membahayakan), dan yang semacamnya, maka ia pun menjadi bisnis yang haram. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا .
"Barangsiapa yang mencurangi kami, maka dia bukan golongan kami." [HR. Muslim dari Abu Hurairah]

Bisnis MLM bermacam-macam, tidak bisa disamaratakan. Di sini, kami akan memberikan gambaran atau kriteria secara umum bagaimana suatu bisnis (dalam hal ini MLM) itu bisa menjadi halal, dan bisa juga menjadi haram. Hal ini meliputi syarat-syarat dalam menjual produk, mencari downline, dan sebagainya:

Selasa, 17 Mei 2011

Hukum Adzan & Iqamat Saat Pemakaman

-->
Assalamu'alaikum wr. wb.
Ustadz, saya pernah dua kali ikut mengantar jenazah ke kuburan, nah waktu mau nguburnya itu kok diazanin ya, padahal azan itu kan panggilan untuk mendirikan solat, terus apa hukumnya?? Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu'alaikum.
 
Bu Fulanah di facebook
============

Wa'alaikum salam wr. wb.
Adzan dan iqamat saat mayit dimasukkan ke liang kubur.
A. Jawaban dari sisi hadits:
Terdapat hadits yang berbunyi,
-->
لَا يَزَالُ الْمَيِّتُ يَسْمَعُ الْأَذَانَ مَا لَمْ يُطَيَّنْ قَبْرُهُ .
“Mayit masih mendengar adzan selama kuburnya belum ditimbun tanah.” [HR. Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus dari Ibnu Mas’ud]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata,
-->
وَإِسْنَادُهُ بَاطِلٌ ، فَإِنَّهُ مِنْ رِوَايَةِ مُحَمَّدِ بْنِ الْقَاسِمِ الطَّايَكَانِيِّ وَقَدْ رَمَوْهُ بِالْوَضْعِ .
“Sanadnya batil, karena ia termasuk riwayat Muhammad bin Al-Qasim Ath-Thayakani, di mana dia telah dicap sebagai pemalsu hadits.”
[At-Talkhish Al-Habir/792]

Perkataan Ibnu Hajar ini dinukil oleh Asy-Syaukani dalam Nailul Authar dan Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi.

Hadits ini dimasukkan sebagai hadits maudhu’ oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at dan As-Suyuthi dalam Al-La`ali Al-Mashnu’ah.

Ibnul jauzi berkata tentang (sanad) hadits ini, “Ini adalah hadits maudhu’ (palsu/dibuat-buat) atas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang di dalamnya terdapat beberapa masalah. Adapun Al-Hasan, dia tidak mendengar dari Ibnu Mas’ud. Sedangkan Katsir bin Syinzhir, Yahya berkata; Dia bukan apa-apa. Sementara Abu Muqatil, kata Ibnu Mahdi; Demi Allah, tidak halal riwayat darinya. Meski begitu, yang tertuduh sebagai pemalsu hadits ini adalah Muhammad bin Al-Qasim, karena dia terkenal dalam barisan para pendusta dan pemalsu hadits. Abu Abdillah Al-Hakim berkata; Dia itu memalsu hadits.” [Al-Maudhu’at III/238]

Dalam Al-La`ali Al-Mashnu’ah [II/365], Jalaluddin As-Suyuthi mengatakan kurang lebih sama dengan yang dikatakan Ibnul Jauzi.
------------------------

B. Jawaban dari sisi fiqih:
1. Menurut madzhab Hanafi
Ibnu Abidin berkata,

Sabtu, 14 Mei 2011

Ziarah Kubur Orangtua Hari Jumat


Benarkah ziarah kubur orangtua tiap hari Jumat fadhilatnya sama dengan melakukan ibadah haji ke Mekah? Mohon pencerahan.
*Bu Fulanah, di facebook*
= = = = = = = = =

Ziarah kubur hukumnya sunnah. Tetapi ada juga yang bilang wajib, seperti Ibnu Hazm yang mengatakan,
 إِنَّ زِيَارَة الْقُبُور وَاجِبَة وَلَوْ مَرَّة وَاحِدَة فِي الْعُمْر لِوُرُودِ الْأَمْر بِهِ .
"Sesungguhnya ziarah kubur itu wajib, meski sekali seumur hidup, karena ada perintahnya.” [Dinukil Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dan Asy-Syaukani dalam Nailul Authar. Dalam Al-Muhalla, redaksinya sedikit berbeda namun intinya sama]

Ziarah kubur pada hari Jumat: tidak ada satu pun hadits shahih dalam hal ini. Ziarah bisa dilakukan kapan saja, pada hari apa saja, boleh siang, boleh malam. Tidak ada ketentuan khusus.
Khalil Al-Maliki berkata dalam Manhul Jalil, “Ziarah kubur tidak ada ketentuan pada satu hari tertentu dalam seminggu atau waktu tertentu dalam sehari.”
Meski ada juga yang mengatakan afdhalnya adalah hari Jumat, tetapi dari sisi dalil, tidak ada hadits shahih dalam hal ini.

Tentang ziarah ke kuburan orangtua pada hari Jumat; ada sejumlah hadits dalam hal ini. Tetapi semuanya tidak ada yang shahih. Dalam Hasyiyah Al-Bujairami disebutkan beberapa hadits tentang hal ini, tetapi tidak ada yang dijelaskan kedudukan sanadnya. Di antara haditsnya, misalnya:
مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُفِرَ لَهُ وَكُتِبَ بَارًّا .
"Barangsiapa yang ziarah ke kubur kedua orangtuanya atau salah satunya pada hari Jumat, dia diampuni dan dicatat sebagai anak berbakti.”
[HR. Ath-Thabarani, Al-Baihaqi, Ibnu Abid Dunia, dan Al-Hakim At-Tirmidzi dari Abu Hurairah]

Selain dalam Hasyiyah Al-Bujairami, hadits ini juga disebutkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Lum’ah fi Khasha`ishi Yaumil Jumu’ah, dan Al-Ghazali dalam Ihya` Ulumiddin.

Tentang hadits ini, Al-Haitsami berkata, "Diriwayatkan Ath-Thabarani dalam Al-Awsath dan Ash-Shaghir, namun di dalamnya ada Abdul Karim Abu Umayyah, dan dia itu dha’if.” [Majma’ Az-Zawa`id/4312]

Senin, 02 Mei 2011

Ingin Keluar dari Gay (Khuntsa & Mukhannats dalam Islam)


Ingin Keluar dari Gay
dari: sayapuntaktahu85@xxxx

Assalamu'alaikum wr.wb Saya mohon bantuannya, saya mempunyai orientasi sex yang tidak normal, saya benar-benar bingung, mengapa saya begini, mengapa saya tidak bisa mencintai lawan jenis. Saya takut untuk bicara sama teman atau orang lain, saya takut mereka akan membenci saya. Selama ini, orang sering mencemooh atau menghujat orang seperti saya, tanpa bisa merasakan betapa perihnya perasaaan ini, perasaan yang saya sendiri tidak mau. Saya takut menata masa depan, takut untuk berkeluarga, takut bersosialisai, takut memasuki lingkungan yang baru, takut kalau mereka menganggap saya lain dan menertawakan saya.
Bagaimana solusi Islam dalam hal ini? Mohon bantuannya. Terima kasih. Wassalam.
============

Wa'alaikum salam wr. wb.
Bapak “sayapuntaktahu85” yang baik, ini adalah pertanyaan yang cukup rumit dan kompleks. Untuk itu, sebelum menjawab, kami akan menjelaskan agak panjang lebar tentang sejumlah hal yang berkaitan dengan pertanyaan bapak.

Pada dasarnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan makhluk berpasang-pasangan; siang-malam, api-air, jantan-betina, panas-dingin, besar-kecil, dan sebagainya, termasuk laki-laki dan perempuan. Dalam Al-Qur`an disebutkan,
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ .
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu ingat kebesaran Allah.” (Adz-Dzariyat: 49)
Khusus tentang laki-laki dan perempuan, Allah berfirman,
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى .
“Dan sesungguhnya Dia menciptakan laki-laki dan perempuan berpasang-pasangan.” (Adz-Dzariyat: 45)

Itulah, para ulama memasukkan “gender ketiga” ke dalam salah satunya, ke dalam jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Tidak ada gender ketiga, tidak ada manusia berjenis kelamin lain selain laki-laki dan perempuan.

Namun begitu, dalam kitab tafsir Ahkam Al-Qur`an, Imam Ibnul Arabi berkata, “Orang-orang awam mengingkari keberadaan gender ketiga. Mereka mengatakan; 'Tidak ada yang namanya khuntsa (semi laki-laki atau semi perempuan), karena sesungguhnya Allah Ta'ala telah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan.' Kami katakan, ini adalah kebodohan terhadap bahasa dan ketidaktahuan akan kefasihannya. Selain itu, ini merupakan ketidakmengertian akan luasnya kekuasaan Allah. Padahal sesungguhnya kekuasaan Allah itu ia sangatlah luas dan Dia Maha mengetahui.

Kamis, 21 April 2011

Muwazanah Para Imam dan Ulama Salaf

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

[Dinukil seperlunya dari buku kami: “Belajar dari Akhlaq Ustadz Salafi” hlm 241-264. Lihat juga: http://abduhzulfidar.multiply.com/reviews/item/8]
 
Sekilas Antara Muwazanah dan Al-Jarh wa At-Ta’dil
            Sebetulnya antara prinsip muwazanah dan metode al-jarh wa at-ta’dil terdapat keterkaitan yang cukup erat. Bahkan, bisa dibilang bahwa prinsip dari al-jarh wa at-ta’dil adalah muwazanah itu sendiri. Sebab, dalam menjarh dan menta’dil seseorang, biasanya para ulama senantiasa menampilkan sisi kelebihan dan kekurangan seorang perawi secara seimbang. Misalnya perkataan Yahya bin Main (w. 233 H) tentang Hajjaj bin Nushair (w. 214 H),[1]
        صَدُوْقٌ ، لَكِنْ أَخَذُوْا عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فِي حَدِيْثِ شُعْبَةَ .
            “Dia jujur. Tetapi orang-orang mencatat beberapa kesalahan padanya dalam meriwayatkan hadits dari Syu’bah.”[2]
            Atau perkataan Amr bin Ali Al-Fallas (w. 249 H) tentang Aban bin Abi Ayyasy,[3]
        مَتْرُوْكُ الْحَدِيْثِ ، وَهُوَ رَجُلٌ صَالِحٌ ، يُكْنَى بِأَبِي إِسْمَاعِيْلَ .
            “Haditsnya ditinggalkan. Namun dia adalah seorang lelaki yang shalih. Dia bergelar Abu Ismail.”[4]
            Atau perkataan Ibnu Sa’ad (w. 230 H)[5] tentang Laits bin Abi Sulaim (w. 148 H),
        كَانَ لَيْثٌ رَجُلاً صَالِحاً عَابِداً ، وَكَانَ ضَعِيْفًا فِي الْحَدِيْثِ ، يُقَالُ كَانَ يَسْأَلُ عَطَاءً وَطَاوُوْساً وَمُجَاهِداً عَنِ الشَّيْءِ فَيَخْتَلِفُوْنَ فِيْهِ فَيَرْوِيْ أَنَّهُمْ اتَّفَقُوْا ، مِنْ غَيْرِ تَعَمُّدٍ لِذَلِكَ .
            “Laits adalah seorang laki-laki yang shalih lagi ahli ibadah, tetapi dia lemah dalam masalah hadits. Diceritakan bahwa dia pernah bertanya kepada Atha`, Thawus, dan Mujahid tentang suatu hal dimana mereka berselisih pendapat dalam hal tersebut. Namun dia meriwayatkan bahwa mereka bersepakat, tanpa ada kesengajaan.”[6]
            Atau perkataan Ibnu Hibban (w. 354 H) tentang Khashif bin Abdirrahman (w. 137 H),[7]
        كَانَ خَصِيْفٌ شَيْخاً صَالِحاً فَقِيْهاً عَابِداً إِلَّا أَنَّهُ كَانَ يُخْطِئُ كَثِيْراً فِيْمَا يَرْوِىْ وَيَنْفَرِدُ عَنِ الْمَشَاهِيْرِ بِمَا لَا يُتَابَعُ عَلَيْهِ ، وَهُوَ صَدُوْقٌ فِي رِوَايَتِهِ .
            “Khashif adalah seorang syaikh yang shalih, faqih, dan ahli ibadah. Namun dia sering salah dalam meriwayatkan hadits, dimana dia berbeda dengan para imam yang masyhur sehingga haditsnya tidak bisa diikuti. Tetapi dia jujur dalam periwayatannya.”[8]
            Atau perkataan Ibnu Abi Hatim Ar-Razi (w. 327 H) yang menukil dari ayahnya[9] tentang Yusuf bin Asbath (w. 195 H),
        كَانَ رَجُلاً عَابِداً ، دَفَنَ كُتُبَهُ ، وَهُوَ يَغْلِطُ كَثِيْراً ، وَهُوَ رَجُلٌ صَالِحٌ ، لَا يُحْتَجُّ بِحَدِيْثِهِ .
            “Dia adalah seorang laki-laki ahli ibadah. Dia telah mengubur kitab-kitabnya,[10] sehingga sering melakukan kesalahan. Namun dia seorang yang shalih, hanya saja haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah.”[11]
            Terkadang juga para ulama hanya menjarh saja tanpa menta’dil. Dan, tidak disebutkannya ta’dil ini biasanya dikarenakan dua hal atau salah satunya, yaitu: Pertama; Karena merasa cukup dengan hanya menyebutkan inti kekurangannya saja tanpa penjelasan lebih lanjut.[12] Dan kedua; Karena memang orang tersebut dianggap tidak memiliki kebaikan atau kelebihan yang layak disebutkan. Yang terakhir ini, biasanya dikarenakan si perawi mempunyai pemahaman menyimpang yang sudah tidak bisa ditolerir lagi, atau memiliki akhlaq yang buruk. Dan yang semacam ini pun juga termasuk muwazanah. Sebab, yang disebutkan hanya inti jarhnya saja. Misalnya apa yang dikatakan Imam An-Nasa`i dalam kitabnya “Adh-Dhu’afa` wa Al-Matrukin” tentang para perawi yang dianggap cacat :

(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik

Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...