Oleh : Abduh Zulfidar Akaha
Keenam; Hadits Bertentangan dengan Al-Qur`an
Orang inkar Sunnah dengan segala kebodohan dan kesesatannya mengatakan bahwa banyak hadits yang bertentangan dengan Al-Qur`an. Mereka benar-benar menutup mata (atau memang Allah telah membutakan mata mereka?) bahwa fakta yang sesungguhnya bukanlah pertentangan antara hadits dengan Al-Qur`an, melainkan Sunnah datang untuk menjelaskan sebagian isi Al-Qur`an yang masih samar, dan memerinci sebagian hukum dalam Al-Qur`an yang disebutkan secara global. Bahkan, ada pula Sunnah yang menasakh (menghapus) ayat Al-Qur`an. [1]
Mereka pun menyodorkan sejumlah hadits yang mereka anggap bertentangan dengan Al-Qur`an. Misalnya,
- Hadits tentang shalat lima waktu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,[2]
خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ . (متفق عليه عن طلحة بن عبيد الله)
“Lima kali shalat dalam sehari semalam.” (Muttafaq Alaih dari Thalhah bin Ubaidillah)
Menurut mereka, hadits ini dan hadits-hadits lain tentang kewajiban shalat lima waktu bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا .
“Dirikanlah shalat ketika matahari tergelincir hingga gelap malam dan (dirikan pula) shalat fajar.[3] Sesungguhnya shalat fajar itu disaksikan (oleh malaikat).” (Al-Israa`: 78)[4]
Dalam ayat ini sama sekali tidak disebutkan shalat lima waktu. Allah hanya menyebutkan tiga waktu shalat dalam Al-Qur`an. Jadi, menurut mereka, hadits tentang shalat lima waktu bertabrakan dengan Al-Qur`an!
2. Hadits Nabi tentang kadar zakat mal 2,5 %. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنِّي قَدْ عَفَوْتُ لَكُمْ عَنْ صَدَقَةِ الْخَيْلِ وَالرَّقِيقِ وَلَكِنْ هَاتُوا رُبُعَ الْعُشْرِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمًا . (رواه ابن ماجه عن علي بن أبي طالب)
“Sesungguhnya aku telah memaafkan kalian dari zakat kuda dan budak. Tetapi, berikanlah dua setengah persen, dari setiap empat puluh dirham; satu dirham.” (HR. Ibnu Majah dari Ali bin abi Thalib)[5]
Hadits ini bertentangan dengan ayat,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا .
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (At-Taubah: 103)
Dalam ayat ini, dan dalam banyak ayat tentang perintah zakat dalam Al-Qur`an, Allah sama sekali tidak menentukan bahwa kadar zakat adalah dua setengah persen. Jadi, hadits tentang zakat ini bertentangan dengan Al-Qur`an!
3. Hadits tentang haramnya menikahi suami ibu susuan dan anak-anak dari saudara sesusuan. Dalam hal ini Nabi bersabda,
يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ . (رواه البخاري عن ابن عباس)
“Diharamkan karena sesusuan sama seperti yang diharamkan karena nasab.” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Abbas)[6]
Hadits ini bertentangan dengan firman Allah berikut,
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ .
“Dan ibu-ibu yang menyusui kalian dan saudara-saudara perempuan kalian yang sesusuan.” (An-Nisaa`: 23)
Dalam ayat ini, yang diharamkan hanyalah ibu yang menyusui dan saudara-saudara perempuan yang sesusuan. Tetapi, dalam hadits di atas, maka suami si ibu yang menyusui pun menjadi tidak boleh menikahi anak perempuan yang disusui oleh istrinya. Begitu pula dengan anak-anak dari saudara-saudara sesusuan, itu pun juga tidak boleh dinikahi. Dengan demikian, hadits ini bertabrakan dengan Al-Qur`an!
1. Hadits tentang hukuman rajam bagi orang berzina yang telah menikah. Ini adalah hadits mutawatir. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَأَقْضِيَنَّ بَيْنَكُمَا بِكِتَابِ اللَّهِ الْوَلِيدَةُ وَالْغَنَمُ رَدٌّ وَعَلَى ابْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ اغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنْ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا قَالَ فَغَدَا عَلَيْهَا فَاعْتَرَفَتْ فَأَمَرَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُجِمَتْ . (متفق عليه عن أبي هريرة وزيد بن خالد الجهني)
“Demi yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh akan aku putuskan urusan kalian berdua berdasarkan Kitab Allah. Budak perempuan dan kambing harus kamu kembalikan. Anakmu harus dicambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun. Pergilah, hai Unais, temui istri orang ini. Jika dia mengaku, maka rajamlah dia.” Maka, Unais pun pergi menemui perempuan tersebut, dan dia mengaku. Lalu, Nabi memerintahkan agar perempuan itu dirajam, dan dirajamlah dia. (Muttafaq Alaih dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid Al-Juhani)[7]
Hadits ini bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat An-Nur tentang ketentuan hukuman bagi pezina,
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ .
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina; maka cambuklah masing-masing seratus kali cambukan. Dan janganlah rasa kasihan kepada keduanya mencegahmu untuk menegakkan agama Allah.” (An-Nur: 2)
Dalam ayat ini, jelas-jelas disebutkan bahwa hukuman bagi orang yang berzina adalah seratus kali cambukan. Sama sekali tidak ada kata-kata yang menyebutkan bahwa orang berzina yang telah menikah hukumannya adalah rajam. Jadi, hadits di atas bertentangan Al-Qur`an!
Bantahan
Demikianlah apa yang dikatakan orang-orang inkar Sunnah tentang Sunnah Nabi. Alasan dan sarana apa pun yang kira-kira bisa dipakai untuk menyerang Sunnah akan mereka lakukan. Mereka menutup mata, tidak mau tahu, dan menyelewengkan makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ .
“Dan Kami menurunkan Al-Qur`an kepadamu untuk menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44)
Bagaimanapun juga, dengan segala keterbatasannya, manusia tidak mungkin mampu menerapkan ajaran agama ini tanpa bimbingan dan petunjuk dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Termasuk, dalam memahami Al-Qur`an pun manusia membutuhkan penjelasan dan contoh konkrit dari utusan-Nya, apa maksud ayat ini dan bagaimana aplikasinya. Semudah-mudahnya Al-Qur`an dipahami, tetap saja masih banyak ayat-ayat yang butuh keterangan lebih lanjut dan perincian yang lebih detil. Allah tidak mungkin meninggalkan begitu saja kepada manusia untuk menerjemahkan sesuka hatinya dalam berinteraksi dengan Al-Qur`an. Ibarat undang-undang, Al-Qur`an perlu juklak (petunjuk pelaksanaan) dalam penerapannya yang tak lain adalah Sunnah Rasul-Nya.
Hadits-hadits tentang shalat lima waktu, kadar zakat dua setengah persen (rubu’ul ‘usyr), perempuan yang haram dinikahi karena sesusuan, rajam, dan semua hadits lain yang dituduh bertabrakan dengan Al-Qur`an, tidak lain adalah penjelasan Al-Qur`an itu sendiri. Dan, Sunnah Rasul adalah juga wahyu Allah yang menjelaskan wahyu Allah dalam Al-Qur`an. Selama suatu hadits terbukti keshahihannya berasal dari Nabi, maka itu adalah juga hukum Allah yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan.
Berkaitan dengan posisi Sunnah di hadapan Al-Qur`an, DR. Salim Ali Al-Bahnasawi menyebutkan bahwa ada tiga hal dalam hal ini yang mesti diperhatikan, yaitu:[8]
- Terkadang Sunnah datang sebagai penegas apa yang terdapat dalam Al-Qur`an. Inilah yang biasa disebut sebagai Sunnah muakkadah. Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari, bahwa Nabi bersabda, “Berbuat baiklah kalian kepada istri-istri kalian.”[9] Hadits ini menegaskan firman Allah, “Dan Perlakukanlah mereka dengan baik.”[10]
- Terkadang Sunnah berfungsi sebagai penjelas Al-Qur`an. Inilah dia hadits-hadits yang memerinci berbagai hukum dalam Al-Qur`an yang masih bersifat global. Contohnya adalah hadits-hadits dalam masalah shalat, zakat, puasa, haji, muamalah, hudud, dan sebagainya. Sunnahlah yang menjelaskan –misalnya– berapa kali shalat dalam sehari, jumlah rakaat, waktu-waktunya, tatacaranya, dan seterusnya.
- Terkadang Sunnah pun berdiri sendiri dengan suatu hukum yang didiamkan atau tidak terdapat dalam Al-Qur`an. Contohnya adalah hukuman rajam bagi orang berzina yang sudah menikah, dimana Al-Qur`an hanya menyebutkan hukuman seratus kali dera bagi pezina yang belum menikah.
Dalam A’lam Al-Muwaqqi’in, Imam Ibnul Qayyim berkata, “Adapun Sunnah, ia memiliki tiga peran pokok di sisi Al-Qur`an. Yang pertama, yaitu membenarkan Al-Qur`an dari segala segi. Dengan demikian, Al-Qur`an dan Sunnah sama-sama berada di atas satu koridor hukum yang saling menguatkan ketika dijadikan sebagai dalil dalam berbagai permasalahan. Kedua; Sunnah menjadi penjelas sekaligus menafsirkan apa yang dimaksud oleh Al-Qur`an. Dan ketiga; Sunnah dalam posisi mewajibkan sesuatu dimana Al-Qur`an mendiamkan kewajibannya, dan mengharamkan sesuatu yang mana dalam Al-Qur`an belum disebutkan keharamannya.”[11]
Ketujuh; Hadits Merupakan Saduran dari Umat Lain
Yang mengherankan, orang-orang inkar Sunnah ini pandai sekali dalam masalah ajaran-ajaran umat sebelum kita yang termaktub dalam Bibel.[12] Mereka lebih menguasai Bibel daripada Sunnah! Dalam hal ini, mereka punya satu tujuan busuk yang nyata; membuktikan bahwa Sunnah Nabi yang terdapat dalam kitab-kitab hadits adalah saduran dari umat lain. Atau katakanlah, saduran dari Bibel (Al Kitab).
Sejumlah contoh kasus yang sering mereka kemukakan, di antaranya yaitu:
- Kerudung Penutup Kepala[13]
Mereka mengatakan, bahwa kerudung kepala bagi perempuan bukanlah ajaran Nabi karena tidak terdapat dalam Al-Qur`an. Yang terdapat dalam Al-Qur`an adalah perintah untuk menutup dada, bukan menutup kepala. Sebab, kepercayaan menutup kepala ini adalah saduran dari kitab Bibel yang diambil oleh para ulama Islam masa lalu dan dikatakan sebagai hadits Nabi.
Ajaran memakai kerudung kepala ini terdapat dalam kitab Bibel, 1 Korintus, Bab 11:
[1 Kor 11:5] “Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya.”
[1 Kor 11:6] “Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahawa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya.”
[1 Kor 11:10] “Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat.”
[1 Kor 11:13] “Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?”
Jadi, perintah untuk perempuan supaya mereka menutupi kepalanya adalah dari Bibel. Kepercayaan ini telah meresap ke dalam kepercayaan Islam dan sekarang menjadi perkara yang wajib diamalkan. Dan malangnya, orang-orang Kristen sendiri tidak mengikuti ajaran Bibel, kaum perempuannya tidak menutup kepala. Justru oran Islamlah yang mengamalkan ajaran Bibel tersebut!
2. Khitan[14]
Menurut orang-orang inkar Sunnah yang mengaku sebagai ahlul Qur`an atau Qur`aniyyun, ajaran khitan adalah saduran dari kepercayaan umat lain. Sebab, dalam Al-Qur`an sama sekali tidak ada perintah Allah untuk berkhitan. Akan tetapi, justru ajaran khitan ini terdapat dalam Bibel. Perjanjian Penyunatan di dalam Bibel menyatakan:
[Kej 17:14] “Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku.”
[Kej 17:24] “Abraham berumur sembilan puluh sembilan tahun ketika dikerat kulit khatannya.”
Menurut orang inkar Sunnah, dari Perjanjian Penyunatan inilah para ulama kaum muslimin saat itu mengadopsi kepercayaan khitan ini dan memasukkannya ke dalam ajaran Islam, untuk kemudian mengatakannya sebagai hadits Nabi. Padahal, Nabi sama sekali tidak mengajarkan masalah khitan dan tidak memerintahkannya. Sebab, dalam Al-Qur`an tidak ada ayat tentang khitan.
3. Memelihara Jenggot
Orang-orang inkar Sunnah mengatakan, bahwa memelihara janggut bagi laki-laki bukanlah ajaran agama Islam. Dalam Al-Qur`an tidak pernah disinggung masalah. Allah Subhanahu wa Ta'ala sama sekali tidak pernah menyuruh kaum-kaum laki umat Islam untuk memelihara atau memanjangkan jenggot. Ini bukanlah ajaran Al-Qur`an dan bukan pula ajaran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dalam kitab Bibel disebutkan dengan jelas:
[Imamat 1:27] “Janganlah kamu mencukur tepi rambut kepalamu berkeliling dan janganlah engkau merusakkan tepi janggutmu.”
[Imamat 21:5] “Janganlah mereka menggundul sebagian kepalanya, dan janganlah mereka mencukur tepi janggutnya, dan janganlah mereka menggoresi kulit tubuhnya.”
[2 Samuel 10:5] “Hal ini diberitahukan kepada Daud, lalu disuruhnya orang menemui mereka, sebab orang-orang itu sangat dipermalukan. Raja berkata; Tinggallah di Yerikho sampai janggutmu itu tumbuh, kemudian datanglah kembali.”
4. Kata “Amin”
Orang-orang inkar Sunnah mengatakan bahwa kata “amin” yang selalu kita baca ketika shalat dan berdoa adalah saduran dari Bibel. Dalam Al-Qur`an sama sekali tidak ada kata “amin,” termasuk dalam surat Al-Fatihah, tidak ada kata amin di sana. Dan, Allah tidak pernah memerintahkan umat Islam untuk membacanya. Namun, justru kata “amin” ini bisa kita dapatkan dalam Bibel. Tak kurang dari 50 kali kata “amin” ini diulang dalam Bibel, yaitu di:
Num 5:22.27 Num 5:22.28 Deut 27:15.40 Deut 27:16.17 Deut 27:17.15 Deut 27:18.18 Deut 27:19.23 Deut 27:20.25 Deut 27:21.17 Deut 27:22.27 Deut 27:23.17 Deut 27:24.16 Deut 27:25.19 Deut 27:26.22 1Kgs 1:36.10 1Chr 16:36.18 Neh 5:13.42 Neh 8:6.14 Neh 8:6.15 Pss 41:13.13 Pss 41:13.15 Pss 72:19.15 Pss 72:19.17 Pss 89:52.7 Pss 89:52.9 Pss 106:48.19 Jer 28:6.6 Mark 16:20.24 Rom 1:25.26 Rom 9:5.26 Rom 11:36.19 Rom 15:33.9 Rom 16:27.13 1Cor 14:16.20 1Cor 16:24.10 2Cor 1:20.18 Gal 1:5.10 Gal 6:18.13 Eph 3:21.19 Phil 4:20.12 1Tim 1:17.19 1Tim 6:16.26 2Tim 4:18.25 Heb 13:21.33 Heb 13:25.7 1Pet 4:11.46 1Pet 5:11.10 2Pet 3:18.28 Jud 1:25.26 Rev 1:6.22.[15]
Bantahan
Ada-ada saja tuduhan yang dilancarkan oleh kelompok sesat inkar Sunnah ini. Mereka selalu saja mencari dan mencari alasan pun apa yang bisa dipakai untuk menyerang Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Apa mereka tidak membaca fakta sejarah[16] bahwa Yahudi dan Kristen berasal dari sumber yang sama dengan agama Islam? Adalah wajar jika ada ajaran-ajaran yang sama antara Islam dan umat-umat lain yang datang sebelumnya.
Akan tetapi, hal ini sama sekali bukan berarti hadits-hadits itu merupakan saduran dari umat lain. Sebab, setiap hadits pasti ada sanadnya. Terbaca dengan jelas di sana, bahwa si perawi hadits menerima hadits dari si fulan dari si anu dan seterusnya. Sekiranya rentetan pembawa berita (baca; sanad) ini terus bersambung hingga ke Nabi tanpa terputus, dan semua pembawa berita ini diakui kredilitasnya, maka itu adalah hadits shahih yang harus diterima. Adapun jika sanad hadits tersebut tidak bersambung sampai ke Nabi atau di antara orang-orang yang meriwayatkannya terdapat ada orang yang kurang kredibel,[17] maka otomatis haditsnya akan ditolak.
Lalu, kapan dan di mana Imam Al-Bukhari[18] (dan imam-imam hadits yang lain) mengadopsi hadits-haditsnya dari Bibel? Dan, kepada siapa Imam Al-Bukhari belajar Bibel? Kemudian, apakah kaum muslimin pada waktu itu tidak ada satu pun yang mengetahui bahwa hadits-hadits yang ditulis oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya itu adalah saduran dari Bibel? Apakah hadits-hadits yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari (dan kitab-kitab hadits yang lain) semuanya adalah saduran dari Bibel ataukah hanya sebagiannya? Kalau semua hadits dalam Shahih Al-Bukhari adalah saduran dari Bibel; apakah Bibel itu sendiri lebih tebal dari Shahih al-Bukhari?[19] Kalau hanya sebagian saja hadits-hadits Shahih Al-Bukhari yang disadur dari Bibel; lantas yang sebagiannya lagi disadur dari mana? Terus, apakah semua yang ada dalam Bibel itu dijiplak Imam Al-Bukhari ataukah hanya sebagiannya saja? Kalau semua yang ada dalam Bibel dijiplak oleh Imam Al-Bukhari; kenapa isi Shahih Al-Bukhari berbeda dengan Bibel? Dan, kalau hanya sebagiannya saja yang dijiplak; kenapa kitab Al-Bukhari lebih tebal dari Bibel?
Maaf, di sini kami tidak hendak membahas (sanad) hadits-hadits yang dituduh sebagai saduran dari umat lain, atau dari Bibel. Sebab, hal itu tidak ada gunanya bagi mereka (inkar Sunnah). Apalagi, mereka paling hanya sanggup menyebutkan sedikit saja contoh hadits-hadits yang dianggap sebagai saduran dari Bibel. Yang jelas, apa pun yang terdapat dalam hadits dan terbukti keshahihannya berasal dari Nabi, maka itu adalah Sunnah Nabi dan itulah ajaran Islam. Tidak masalah jika harus sama dengan ajaran umat lain, karena Islam tidak pernah menafikan kebaikan apa pun yang berasal dari umat lain atau terdapat dalam ajaran agama lain. Bagaimanapun juga, nilai-nilai kebaikan adalah sesuatu yang bersifat universal.
Apakah orang-orang yang mengaku sebagai “Qur`aniyyun” itu menutup mata bahwa ajaran-ajaran akhlak yang terdapat dalam Al-Qur`an juga terdapat dalam kitab suci agama-agama lain?! Kita tahu, bahwa ajaran untuk berbuat baik kepada sesama manusia, tolong menolong dalam kebaikan, larangan membunuh, larangan mencuri, larangan berzina, dan ajaran-ajaran kebaikan lain juga terdapat dalam kitab Weda, Tripitaka, dan Bibel. Namun kita semua sepakat, bahwa semua ajaran kebaikan tersebut yang terdapat dalam Islam bukanlah saduran dari ajaran agama lain.
[bersambung…]
[1] Ada perbedaan perbedaan pendapat dalam masalah ada tidaknya atau boleh tidaknya Sunnah menasakh Al-Qur`an ini. Contoh yang peling sering mengemuka, adalah dalam masalah waris, dimana Nabi mengatakan “Tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Abu Umamah Al-Bahili, dan Ahmad dan An-Nasa`i dari Amru bin Kharijah). Hadits ini menasakh ayat 180 surat Al-Baqarah. Lihat; An-Nasikh wa Al-Mansukh fi Al-Ahadits/Abu Hamid Ar-Razi/hlm 30/terbitan Al-Faruq Al-Haditsah, Kairo/Cetakan pertama/2002 M – 1423 H.
[2] Hadits tentang kewajiban shalat lima waktu ini sangat banyak sekali dan dengan berbagai perbedaan redaksi dikarenakan sering diucapkan Nabi dalam banyak kesempatan dan kepada orang yang berbeda-beda. Dan, ma’lum minad-din bidh-dharurah bahwa hadits dalam masalah ini adalah mutawatir. Sekadar contoh, cukup saya sebutkan satu saja.
[3] Mereka tetap menerjemahkannya dengan shalat fajar, bukan shalat subuh. Karena shalat subuh –menurut mereka– tidak ada dalam Al-Qur`an.
[4] Semestinya, jika mereka konsisten tidak menafsirkan Al-Qur`an kecuali dengan Al-Qur`an, mereka harus bisa menjelaskan apa arti kata “qur`an” dalam “qur`an al-fajr” dan apa arti kata “masyhuda” dalam ayat ini.
[5] Sunan Ibni Majah/Kitab Az-Zakat/Bab Zakat Al-Waraq wa Adz-Dzahab/hadits nomor 1780.
[6] Shahih Al-Bukhari/Kitab Asy-Syahadat/Bab Asy-Syahadah ‘Ala Al-Ansab wa Ar-Radha’/hadits nmor 2451. Hadits ini juga diriwayatkan oleh beberapa imam lain dari Aisyah Radhiyallahu Anha.
[7] Shahih Al-Bukhari/Kitab Asy-Syuruth/Bab Asy-Syuruth Allati La Tahillu fi Al-Hudud/hadits nomor 2523, dan Shahih Muslim/Kitab Al-Hudud/Bab Man I’tarafa ‘Ala Nafsihi bi Az-Zina/hadits nomor 3120. Hadits tentang rajam ini juga diriwayatkan oleh sejumlah imam lain dari banyak sahabat.
[8] As-Sunnah Al-Muftara ‘Alaiha/hlm 41.
[9] HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Kitab An-Nikah/Bab Al-Wushatu bi An-Nisaa`/4787.
[10] An-Nisaa`: 19.
[11] A’lam (I’lam) Al-Muwaqqi’in/Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah/jilid 1/juz 2/hlm 271/Penerbit Maktabah Al-Iman, Manshurah – Mesir/Cetakan Pertama 1999 M – 1419 H.
[12] Dalam kamus-kamus Indonesia dan Inggris, ada yang mengartikan Bibel sebagai Injil (saja), dan ada juga yang mengartikannya sebagai gabungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
[13] Lihat; Ajaran Islam Daripada Bible/ http://www.e-bacaan.com/artikel_IslamBible.htm.
[14] Ibid.
[16] Dalam hal ini kita ‘dipaksa’ untuk berbicara dengan logika sejarah. Karena orang inkar Sunnah tidak mau tahu terhadap Sunnah Nabi dan pendapat para ulama.
[17] Entah karena lemah hafalannya, atau tercela akhlaknya (suka berbohong), atau kurang bagus agamanya, sebagaimana yang terdapat dalam ilmu al-jarh wat-ta’dil.
[18] Imam Al-Bukhari dan Abu Hurairah adalah dua sosok yang paling dibenci oleh orang-orang inkar Sunnah. Dua nama inilah yang selalu mereka sebut-sebut dan jelek-jelekkan ketika menyerang Sunnah. Dalam hal ini, mereka sama saja dengan Syiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar