Kamis, 22 Juli 2010

Menuduh dan Membantah

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Menuduh mudah dilakukan, namun sangat berat konsekuensinya, baik bagi si penuduh maupun sang tertuduh. Yang paling berat dalam perkara menuduh, adalah menuduh orang berzina. Jika tuduhannya benar, dimana dia bisa menghadirkan empat orang saksi, maka si tertuduh bisa dihukum cambuk atau bahkan dirajam.

Adapun jika tuduhan tidak terbukti, maka si penuduh dihukum cambuk delapan puluh kali, dan kesaksiannya tidak boleh diterima selamanya. (Lihat QS. An-Nur [24]: 4)

Banyaknya orang pandai bersilat lidah, baik dalam menuduh maupun membantah inilah yang membuat Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kalian banyak mengadukan perkara kepadaku, sedangkan aku juga manusia. Bisa jadi sebagian kalian lebih pandai beralasan dibanding yang lain. Maka barangsiapa yang aku menangkan perkaranya dengan menzalimi saudaranya karena dia pintar bicara, sungguh yang aku berikan adalah potongan api neraka. Oleh sebab itu, janganlah dia mengambilnya.” (Muttafaq Alaih)

Nabi sendiri bisa salah dalam membuat keputusan yang sifatnya duniawi, apalagi umatnya. Dalam hal ini, Allah-lah yang akan memutuskan dengan segala keadilan dan ke-Mahatahu-annya, baik saat masih di dunia, atau kelak di akhirat; siapa yang salah dan siapa yang benar.

Adalah Said bin Zaid RA, salah seorang sahabat Nabi. Dia pernah diadukan oleh seorang perempuan tua kepada penguasa. Perempuan ini menuduh Said telah merampas tanah miliknya. Saat dikonfirmasi, Said mengatakan bahwa dia pernah mendengar Nabi bersabda, “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah yang bukan haknya, maka Allah akan membenamkannya ke dalam tujuh lapis bumi pada hari kiamat.” (Muttafaq Alaih)

Lalu Said berkata, “Silakan perempuan itu datang dan mengambil tanah yang diklaimnya. Kalau dia berdusta, semoga Allah membutakan matanya dan mematikannya di tanah tersebut.” Benar, tidak lama setelah itu, mata si perempuan ini pun buta. Dan pada suatu malam, ketika dia pergi ke tanah tersebut, dia terpeleset dan jatuh ke dalam sumur, dan meninggal.

Menuduh bukan asal bicara, dia mesti memiliki bukti. Nabi bersabda, “Yang menuduh harus memberikan bukti, dan yang dituduh harus bersumpah.” (HR. At-Tirmidzi). Sekiranya masing-masing pihak bisa memberikan bukti dan menghadirkan saksi serta pandai berdalih; maka yang paling mendekati kebenaranlah yang dimenangkan. Adapun kebenaran hakiki, serahkan saja kepada Allah. Wallahu a’lam.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik

Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...