Kamis, 22 Juli 2010

Menjadi Tetangga yang Baik

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya
berbuat baik pada tetangganya.”
(HR. Muslim)


Hak asasi manusia sering dijadikan alasan bagi seseorang untuk melakukan apa saja yang disukainya. Namun sebagai seorang Muslim, tidak seharusnya demikian. Sebab dalam hidup ini, kita tidak sendirian. Ada orang lain di sekitar kita yang juga mempunyai hak yang sama dengan kita.

Begitu pentingnya arti tetangga dalam kehidupan seorang Muslim, sampai-sampai Nabi SAW menyangka bahwa tetangga akan mendapatkan bagian warisan. Beliau bersabda, “Jibril selalu berwasiat kepadaku agar berbuat baik pada tetangga, sehingga aku mengira tetangga akan mendapatkan warisan.” (Muttafaq ‘Alaih)

Hidup bertetangga bukan tanpa risiko. Bagaimanapun manusia beraneka macam modelnya. Di sini dibutuhkan saling pengertian dan kesabaran dalam berinteraksi. Namun, hidup bertetangga dan berbaur dengan masyarakat masih lebih baik daripada hidup eksklusif mengurung diri di dalam rumah tanpa mau tahu tetangga kanan kiri.

Dalam hadits disebutkan,

الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ . (رواه ابن ماجه)

“Seorang mukmin yang berbaur dengan masyarakat dan bisa bersabar dari perbuatan buruk mereka, lebih baik daripada orang mukmin yang enggan berbaur dengan masyarakat dan tidak bisa sabar dari perbuatan mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Berbuat baik kepada tetangga mencakup segala hal dan aktifitas. Menolong saat dibutuhkan atau tanpa diminta, menjenguk jika saat ada yang sakit, menengok saat kelahiran “si kecil”, menegur ketika berjumpa, bermuka manis, bertutur kata dengan baik, dan saling memahami antar-tetangga; adalah sebagian di antaranya.

Seiring dengan berbuat baik, perbuatan buruk pun sebisa mungkin dihindari. Misalnya; membicarakan keburukan, berkata kasar, memanggil dengan panggilan jelek, dan meremehkan, termasuk akhlak tercela yang mesti dijauhi. Begitu pula dengan perbuatan yang terkadang mengganggu kenyamanan tetangga tanpa kita sengaja atau sadari. Seperti; menyetel musik keras-keras, menyalakan kendaraan dengan gas kencang, ngebut di komplek perumahan, atau membunyikan klakson berkali-kali.

Hidup bertetangga merupakan suatu keniscayaan. Dan sebagai seorang Muslim, menjadi tetangga yang baik adalah suatu keharusan. Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُحِبَّهُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ فَلْيَصْدُقِ الْحَدِيْثَ ، وَلْيُؤَدِّ الْأَمَانَة َ، وَلَا يُؤْذِي جَارَهُ .

“Barangsiapa yang ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, hendaknya dia jujur dalam berbicara, menunaikan amanat, dan jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Al-Baihaqi)

Wallahu a’lam bish-shawab.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik

Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...