Oleh : Abduh Zulfidar Akaha
Aisyah Ummul Mukminin Radhiyallahu 'Anha berkata,
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ .
“Saya pernah berhutang puasa Ramadhan dan saya tidak bisa menggantinya kecuali pada bulan Sya’ban.”
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Al-Bukhari dari Ahmad bin Yunus dari Zuhair bin Muawiyah dari Yahya bin Said dari Abu Salamah dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha.[1]
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim (2743), Malik (600), At-Tirmidzi (714), Abu Dawud (2047), An-Nasa`i (2280), Ibnu Majah (1659), Ahmad (23781), Ibnu Abi Syaibah (105/2), Ibnu Khuzaimah (1918), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (7999), Ath-Thabarani dalam Ash-Shaghir (568), dan Ath-Thayalisi (1601); dari Aisyah.
Hikmah dan Ibrah
- Dikarenakan kesibukannya sebagai istri Nabi dan ibu rumah tangga, Aisyah tidak sempat mengganti hutang puasanya sehingga datang bulan Sya’ban, bulan yang jatuh persis sebelum Ramadhan.
- Boleh mengganti hutang puasa Ramadhan hingga bulan Sya’ban atau sebelum tiba bulan Ramadhan tahun berikutnya.
- Sebaiknya melunasi terlebih dahulu hutang puasa Ramadhan sebelum datang bulan Ramadhan berikutnya. Sebab, jika Ramadhan sudah dekat tetapi masih ada hutang puasa, maka hal ini justru akan memberatkan yang bersangkutan.
- Hadits ini juga menunjukkan, bahwa orang yang mempunyai hutang puasa Ramadhan boleh berpuasa pada bulan Sya’ban setelah lewat pertengahannya dengan niat untuk mengganti hutang puasanya.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar