Senin, 30 Agustus 2010

Nabi I’tikaf 20 Hari Pada Ramadhan Terakhir

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha


            Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا .
            “Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam i’tikaf sepuluh hari setiap bulan Ramadhan. Tetapi, pada tahun di mana beliau meninggal, beliau i’tikaf dua puluh hari.”

Takhrij
            Hadits ini diriwayatkan Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Abi Syaibah dari Abu Bakr bin Ayyasy dari dari Abu Hashin dari Abu Shalih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu.[1]
            Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (2110), At-Tirmidzi (732), Ibnu Majah (1760), Ahmad (8081), An-Nasa`i dalam Al-Kubra (3343), Al-Hakim (1553), Ibnu Hibban (3733), Ibnu Khuzaimah (2033), Abd bin Humaid (183), Al-Baihaqi dalam Al-Ma`rifah (2764), Ath-Thayalisi (549), dan Al-Bagahawi (1856); dari Abu Hurairah, Anas bin Malik, dan Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu 'Anhum.

Hikmah dan Ibrah
-          Pada tahun dimana beliau meninggal, beliau i’tikaf dua puluh hari. Hal ini mengisyaratkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengetahui atau merasa bahwa beliau akan dipanggil oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu, beliau memperbanyak dan menambah volume ibadahnya sebelum menghadap Tuhannya.
-          Imam Abu Ath-Thayyib Abadi berkata, “Dikarenakan beliau mengetahui ajalnya sudah dekat, maka beliau memperbanyak amal shalih. Ini adalah teladan bagi umatnya agar orang yang telah mencapai usia lanjut hendaknya lebih giat dalam beramal, sebab dia akan menjumpai Allah dengan amal-amal terbaiknya.”[2]
-          Sebagian ulama mengatakan, bahwa beliau i’tikaf dua puluh hari pada tahun beliau wafat ini dikarenakan Jibril juga menemui beliau pada Ramadhan kali ini sebanyak dua puluh hari.

*   *   *


[1] Shahih Al-Bukhari/Kitab Al-I’tikaf/Bab Al-I’tikaf fi ‘Asyri Al-Awsath Min Ramadhan/hadits nomor 1903.
[2] ‘A un Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud/Imam Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsuddin Abadi (w. 1329 H), penjelasan hadits nomor 2110.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik

Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...