Oleh : Abduh Zulfidar Akaha
As-Sa`ib bin Yazid Radhiyallahu 'Anhu berkata,
كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً .
“Mereka shalat pada masa Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu 'Anhu pada bulan Ramadhan dengan dua puluh rakaat.”
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Abu Bakr Ahmad bin Ali Al-Baihaqi Al-Khurasani rahimahullah (w. 458 H) dari Al-Husain bin Muhammad Ad-Dainuri dari Ahmad bin Muhammad bin Ishaq dari Abdullah bin Muhammad Al-Baghawi dari Ali bin Al-Ja’ad dari Ibnu Abi Dzu`aib dari Yazid bin Khushaifah dari As-Sa`ib bin Yazid. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Al-Marwazi dalam Qiyam Ramadhan, bab ‘Adad Raka’at Allati Yaqumu Biha Al-Imam Linnas fi Ramadhan, dan Ibnul Ja’ad (2387). Imam Abdurrazaq Ash-Shan’ani meriwayatkan perkataan As-Sa`ib bin Yazid ini dengan redaksi sedikit berbeda,
كُنَّا نَنْصَرِفُ مِنَ الْقِيَامِ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ وَقَدْ دَنَا فُرُوْعُ الْفَجْرِ ، وَكَانَ الْقِيَامُ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ ثَلَاثَةً وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً .
“Kami beranjak dari qiyamullail pada masa Umar ketika waktu fajar sudah dekat. Qiyamullail pada masa Umar adalah 23 rakaat.”
Derajat Hadits: Shahih
Imam An-Nawawi berkata tentang hadits ini, “Diriwayatkan Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih.” Ibnul Mulaqqin berkata, “Dan Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad shahih dari Umar, bahwa orang-orang pada masa Umar melaksanakan qiyamullail dengan dua puluh rakaat.” Syaikh Muhammad Shalih Al-Munjid hafizhahullah berkata, “Ini adalah riwayat yang shahih dari para perawi yang tsiqah dari As-Sa`ib bin Yazid. Di dalamnya ada disebutkan 20 rakaat pada masa Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu 'Anhu. Adapun tambahan 21 rakaat atau 23 rakaat, adalah termasuk shalat witir.”
Tentang Hadits Shalat Tarawih 23 Rakaat
Dari beberapa hadits yang menyebutkan shalat tarawih 23 rakaat, hanya inilah yang kami dapatkan ada ulama besar yang menshahihkannya. Itu pun, Imam An-Nawawi mendha’ifkan hadits lain tentang shalat tarawih 23 rakaat.
Hadits lain yang sering disebutkan tentang hal ini, di antaranya yaitu perkataan Yazid bin Ruman,
كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً .
“Pada zaman Umar bin Al-Khathab dulu, orang-orang qiyamullail pada bulan Ramadhan dengan 23 rakaat.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Malik (233), Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (3123), dan Al-Firyabi dalam Ash-Shiyam (160).
Tentang hadits Yazid bin Ruman ini, Ibnu Hajar berkata, “Dan sanadnya dha’if.” Imam An-Nawawi dan Az-Zaila’i menukil dari Al-Baihaqi, “Dan Yazid bin Ruman tidak bertemu dengan Umar.” Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani juga mendha’ifkan hadits ini dalam Irwa` Al-Ghalil (445). Al-Albani berkata, “Hadits ini dha’if karena terputus (munqathi’).”
Hadits lain, Imam Ath-Thabarani dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوِتْرَ .
“Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam shalat malam pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat ditambah witir.” Hadits ini didha’ifkan oleh Imam Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawa`id (5018), Ibnu Hajar dalam Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadits Al-Hidayah (257), Az-Zaila’i dalam Nashbu Ar-Rayah, Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil (445). Dalam Qiyam Ramadhan, Imam Al-Marwazi meriwayatkan dari seorang tabi’in yang mulia, Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi (w. 118 H), كَانَ النَّاسُ يُصَلُّوْنَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً يُطِيْلُوْنَ فِيْهَا الْقِرَاءَةَ وَيُوْتِرُوْنَ بِثَلَاثٍ .
“Orang-orang pada zaman Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu 'Anhu shalat malam pada bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat. Mereka memanjangkan bacaannya, dan witir dengan tiga rakaat.” Tetapi, ini hadits munqathi’ alias lemah. Sebab, Muhammad bin Ka’ab tidak berjumpa dengan Umar bin Al-Khathab. Dia dilahirkan pada masa kekhalifahan Ali bin Thalib.
Ada juga hadits lain yang diriwayatkan Imam Ibnu Abi Syaibah dari Abdul Aziz bin Rafi’,
كَانَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ فِي رَمَضَانَ بِالْمَدِيْنَةِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُ بِثَلَاثٍ .
“Ubay bin Ka’ab shalat (tarawih) mengimami orang-orang pada bulan Ramadhan di Madinah sebanyak 20 rakaat dan witir tiga rakaat.” Hadits ini juga lemah, karena Abdul Aziz bin Rafi’ yang meninggal pada tahun 130 H dalam usia 90 tahun ini tidak mengalami masa Ubay maupun Umar.
Dari sejumlah hadits yang kami tampilkan ini, hampir semuanya bermasalah. Tidak ada satu pun hadits tentang shalat tarawih 23 rakaat ini yang posisinya betul-betul kuat. Dalam arti kata, diriwayatkan dalam kutubus sittah (kitab hadits yang enam), dengan sanad dan matan yang shahih, serta dishahihkan oleh para ulama hadits. Wallahu a’lam.
Shalat Tarawih 23 Rakaat dalam Tinjauan Fiqih
Imam As-Sarakhsi Al-Hanafi (w. 483) berkata, “Bilangan rakaatnya adalah 20 rakaat selain witir. Menurut Imam Malik rahimahullah, sunnah tarawih adalah 36 rakaat. Ada yang mengatakan, bahwa barangsiapa yang hendak mengikuti pendapat Malik, sebaiknya dia melakukan apa yang dikatakan Imam Abu Hanifah rahimahullah, dia shalat dulu 20 rakaat sebagaimana sunnahnya. Adapun rakaat sisanya, dia kerjakan sendiri, setiap empat rakaat dua kali salam. Ini adalah madzhab kami.” Imam Ibnu Rusyd Al-Maliki (w. 595 H) berkata, “Mereka berselisih pendapat dalam masalah bilangan rakaat shalat tarawih pada bulan Ramadhan. Malik memilih dalam salah satu pendapatnya, Abu Hanifah, Syafi’i, Ahmad, dan Dawud (Azh-Zhahiri), bahwa bilangannya adalah 20 rakaat di luar witir.” Imam Abu Bakr Al-Hishni Asy-Syafi’i (w. 829 H) berkata, “Adapun shalat tarawih, maka tidak diragukan lagi kesunnahannya. Bukan hanya seorang yang mengatakan bahwa ini adalah ijma’. … Ketika menjadi khalifah, Umar Radhiyallahu 'Anhu melihat orang-orang shalat malam di masjid sendiri-sendiri, dua orang-dua orang, dan tiga orang-tiga orang. Maka, Umar pun mengumpulkan mereka dalam satu jamaah dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu 'Anhu, dimana dia shalat 20 rakaat. Para sahabat sepakat dengan apa yang dilakukan Umar. Shalat ini dinamakan tarawih karena mereka istirahat setiap dua kali salam, membaca niat setiap dua rakaat tarawih atau qiyam Ramadhan.” Imam Ibnu Qudamah Al-Hambali (w. 620 H) berkata, “Qiyam pada bulan Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat tarawih. Hukumnya sunnah muakkadah. Yang pertama kali menyunnahkannya adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Pendapat yang dipilih Abu Abdillah (Imam Ahmad) rahimahullah dalam hal ini adalah 20 rakaat. Pendapat ini pula yang dikatakan Ats-Tsauri, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi’i. Malik berkata; 36 rakaat.” Imam Ibnu Taimiyah berkata, “Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melakukan qiyamullail dan witir pada bulan Ramadhan dan selain Ramadhan sebanyak sebelas rakaat atau tiga belas rakaat. Namun, shalat beliau ini panjang sekali. Tatkala hal ini memberatkan orang-orang, Ubay bin Ka’ab shalat tarawih dengan mereka pada masa Umar sebanyak 20 rakaat dan ditutup dengan witir. Dia meringankan shalatnya. Jadi, penambahan jumlah rakaat adalah ganti dari berdiri yang lama.” Syaikh Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili hafizhahullah berkata, “Dalil yang ada menunjukkan, bahwa Ubay bin Ka’ab mengimami orang-orang dalam qiyam Ramadhan sebanyak 20 rakaat dan witir tiga rakaat. … Demikian, dan para ulama mempunyai tiga pendapat dalam masalah jumlah rakaat tarawih ini: Yang pertama, pendapat mayoritas ulama, bahwa ia adalah 20 rakaat, dan ini adalah sunnah. Hal ini berdasarkan praktik sahabat muhajirin dan anshar. Kedua; 36 rakaat tifak termasuk syafa’ dan witir. Ini terjadi pada zaman Umar bin Abdil Aziz, dan praktik penduduk Madinah masa lalu. Dan ketiga; Yang benar sesuai yang terdapat dalam hadits shahih dari Aisyah adalah, bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah shalat malam lebih dari tiga belas rakaat, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan yang lain. Ibnu Taimiyah mengatakan, yang benar adalah bahwa semuanya itu baik, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad rahimahullah.” Wallahu a’lam.
* * *
Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh/DR. Wahbah Az-Zuhaili/Jilid 2/Hlm 251. (Program Al-Maktabah Asy-Syamilah)