Rabu, 06 April 2011

Asy-Syahid Sayyid Quthb di Mata Sebagian Salafi Ekstrim


Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

[Dinukil seperlunya dari buku kami: “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?” hlm 319-327; menanggapi munculnya kembali wacana pemikiran Sayyid Quthb, yang dikaitkan dengan radikalisme dan terorisme]

Terhadap Asy-Syahid (insyaAllah, kama nahsabuh) Sayyid Quthb rahimahullah, Al Ustadz - - - juga mempunyai catatan khusus yang cukup panjang. Intinya, seolah-olah tidak ada kebaikan pada diri Sayyid Quthb. Bahkan, Al Ustadz - - - sangat bangga dengan Syaikh Muqbil dan Syaikh Rabi’ yang menemukan berbagai ‘kesesatan’ Sayyid Quthb yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku dan dibaca banyak orang.
            Dalam bagian Daftar Isi, Al Ustadz - - - menulis satu sub-bab khusus bertema, “Pemikiran-pemikiran Takfir Sayyid Quthb.”[1] Kemudian beliau berkata, “Salah satu tokoh yang sangat ekstrim dan radikal di dalam mengusung pemikiran-pemikiran takfir pada masa ini adalah Sayyid Quthb, salah satu tokoh besar, sekaligus kader kuat Ikhwanul Muslimin pimpinan Hasan Al Banna. Ia sebarkan sampah-sampah pemikirannya tersebut melalui buku-bukunya.”[2]
            Dalam satu kutipan kalimat ini saja, Al Ustadz - - - telah mengatakan Asy-Syahid Sayyid Quthb sebagai; tokoh yang sangat ekstrim, radikal, berpemikiran takfir, dan pemikiran-pemikirannya adalah sampah yang telah disebarkan melalui buku-buku beliau rahimahullah. Padahal, ketika Sayyid Quthb hendak dihukum gantung, pemerintahan Kerajaan Arab Saudi waktu itu berusaha melobi Presiden Jamal Abdul Nashir agar membatalkan hukuman mati tersebut, tetapi ditolak oleh Jamal. Sekiranya memang benar terdapat permusuhan antara Ikhwanul Muslimin dengan pemerintahan Saudi, sebagamana anggapan Al Ustadz - - -, tentu pemerintah Saudi tidak akan meminta Jamal agar membatalkan hukuman mati atas Sayyid Quthb.[3]
            Al Ustadz - - - berkata, “Pada Perang Hunain, terjadi pelanggaran dalam bentuk kemaksiatan yang tingkatannya jauh berada di bawah syirik. Yang tentu saja sangat jauh tingkatannya jika dibanding aqidah hululnya Sayyid Quthb.”[4]
            Hulul? Sungguh ini adalah satu ‘prestasi’ tersendiri dari Syaikh Muqbil dan Syaikh Rabi’ yang sukses menemukan adanya salah satu perkataan Asy-Syahid Sayyid Quthb dari berbagai buku karya beliau. Dan yang semacam ini pula yang sangat disukai oleh Al Ustadz - - - dan kelompoknya. Begitu telitinya Syaikh Muqbil dan Syaikh Rabi’ membaca lembar demi lembar, halaman demi halaman dari buku-buku Sayyid Quthb dalam rangka mencari-cari kesalahan penulisnya, sehingga akhirnya mereka mendapatkan satu perkataan multi-interpretasi (baca: mutasyabih/samar maknanya) yang akhirnya ditakwilkan oleh orang yang bukan penulisnya sendiri.
            Cukuplah kita dengar apa yang dikatakan Syaikh Al-Allamah Bakr Abdullah Abu Zaid hafizhahullah,[5] anggota Hay`ah Kibar Al-‘Ulama Saudi Arabia, tentang buku Syaikh Rabi’ Al-Madkhali yang berjudul, “Adhwa` Islamiyyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid Quthb wa Fikrih.”  Syaikh Bakr berkata, “Sesungguhnya dalam buku Sayyid Quthb rahimahullah yang berjudul ‘Muqawwimat At-Tashawwur Al-Islamiy’ terdapat bantahan yang tegas terhadap orang-orang yang mengatakan wihdatul wujud. Untuk itu, kami katakan; semoga Allah mengampuni Sayyid Quthb atas perkataannya yang mutasyabih yang beliau utarakan dengan suatu uslub dimana terdapat ibarat yang luas di dalamnya. Dan, perkataan yang samar dari Sayyid Quthb semacam ini harus dikalahkan dengan perkataan lain dari Sayyid Quthb yang tegas.[6]
            Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid juga mengatakan dalam surat terbuka beliau kepada Syaikh Rabi’, “Dan di antara daftar isi tertulis ‘Perkataan Sayyid Quthb tentang Khalqul Qur`an dan Bahwa Kalam Allah adalah Ibarat dari Suatu Kehendak’… Akan tetapi, ketika saya membaca halaman-halaman yang disebutkan, saya tidak mendapatkan satu huruf pun yang di dalamnya menunjukkan bahwa Sayyid Quthb rahimahullahu Ta’ala mengatakan Al-Qur`an itu makhluk. Kenapa begitu mudahnya Anda melemparkan tuduhan takfir ini?”[7]
Al Ustadz - - - menulis, “Dan lihatlah apa yang telah ditulis oleh Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali dalam menyingkap aqidah Sayyid Quthb dan terhadap orang-orang yang berlebihan terhadapnya dalam empat kitab yang sangat berharga: “Adhwa` Islamiyyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid Quthb wa Fikrihi”, Matha’in Sayyid Quthb Fi Ash-habi Rasulillah Shallallahu Alaihi wa Sallam”, “Al ‘Awashim Mimma Fi Kutubi Sayyid Quthb Minal Qawashim”, dan “Al Haddul Fashil Bainal Haqqi Wal Bathil”, di samping masih sangat banyak lagi karya-karya beliau yang menunjukkan keilmuan beliau yang sangat tinggi sekaligus khidmah beliau yang sangat besar terhadap Islam dan muslimin.”[8]
Tampak sekali, Al Ustadz - - - sangat bangga terhadap Syaikh Rabi’ karena beliau telah banyak menulis buku yang mendiskreditkan Sayyid Quthb. Padahal, sesungguhnya banyak sekali para ulama besar di Saudi Arabia sendiri yang tidak setuju dengan apa yang ditulis dan dilakukan Syaikh Rabi’.[9] Ya, bagaimana mungkin seorang muslim menjelek-jelekkan saudaranya yang mati syahid di jalan Allah? Seorang ulama yang dengan tegas menolak untuk dibebaskan karena diminta syarat agar menulis surat permintaan maaf kepada penguasa, Presiden Jamal Abdul Nashir. Asy-Syahid Sayyid Quthb berkata menjelang pelaksanaan hukuman matinya, “Sesungguhnya jari telunjuk yang setiap hari bersaksi TIADA TUHAN SELAIN ALLAH dalam shalatnya tidak akan mau menuliskan satu kata pun yang mendekatkannya kepada penguasa yang lalim.”[10] Allahu Akbar! Adakah seorang muslim yang tega menjelek-jelekkan saudaranya yang meninggal karena kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH?
            Syaikh Abul A’la Al-Maududi rahimahullah mengisahkan, bahwa dirinya merasa lehernya benar-benar seperti dicekik pada hari dilaksanakannya hukuman mati atas Sayyid Quthb.[11]
            DR. Mahmud Jami’ berkata, “Asy-Syahid Sayyid Quthb dijatuhi hukuman mati pada tahun 1966 M pada masa pemerintahan Jamal Abdul Nashir. Ketika itu, banyak telegram berdatangan dari seluruh penjuru dunia Arab Islam yang meminta dengan sangat kepada Abdul Nashir agar hukuman mati atas Sayyid Quthb dibatalkan. Di antara mereka adalah Raja Faishal bin Abdil Aziz, Raja Saudi Arabia. Anak buah Jamal –Sami Syaraf– memberitahukan kepada Jamal tentang adanya telegram dari Raja Faishal. Tetapi Jamal mengatakan kepadanya; ‘Bunuh saja dia (Sayyid Quthb) besok sebelum shubuh, dan berikan telegram itu kepada saya besok setelah pelaksanaan hukuman mati.’ Kemudian, esoknya Jamal membalas telegram Raja Faishal seraya meminta maaf, karena telegram baru dia terima setelah hukuman mati dilaksanakan.”[12]
            DR. Mahmud Jami’ melanjutkan, “Dan setelah hukuman mati atas Asy-Syahid Sayyid Quthb dilaksanakan, kaum muslimin di seluruh penjuru dunia Arab Islam pun melaksanakan shalat ghaib atas beliau. Waktu itu, banyak sekali media massa yang menerbitkan edisi khusus tentang Asy-Syahid Sayyid Quthb.”[13] Rahimahullah.
            Seperti telah kami sampaikan, bahwasanya tidak sedikit ulama Saudi sendiri yang mengkritik sikap Syaikh Rabi’ yang berlebihan terhadap Sayyid Quthb. Di antara mereka selain Syaikh Bin Baz, Syaikh Abdullah Al-Jibrin, dan Syaikh Bakr Abu Zaid, adalah Syaikh Abdullah bin Al-Hasan Al-Qu’ud rahimahullah. Beliau (Syaikh Ibnu Qu’ud) berkata kepada Syaikh Rabi’ Al-Madkhali, “Telah membawa berita kepadaku lebih dari seorang, tentang perkataanmu di suatu pertemuan orang baik-baik –semoga mereka demikian adanya– bahwa engkau mengatakan buku Ma’alim fi Ath-Thariq[14] adalah buku terlaknat. Subhanallah!! Sebuah buku yang dibayar mahal oleh penulisnya dengan mati di jalan Allah karena menentang penguasa komunis Jamal Abdul Nashir,[15] sebagaimana diketahui oleh orang-orang pada masa itu. Padahal, buku tersebut telah diedarkan oleh banyak pihak di Kerajaan Saudi ini selama bertahun-tahun, dimana mereka adalah orang-orang yang berilmu dan berdakwah kepada Allah. Bahkan, banyak di antara mereka adalah para syaikh dari syaikh-syaikhmu. Dan, tidak ada seorang pun di antara mereka mengatakan seperti yang engkau katakan. Akan tetapi, engkau ini –wallahu a’lam– tidak mau memahami lebih mendalam apa yang engkau bicarakan sebelum marah,[16] terutama untuk tema-tema semacam:[17] Jail Qur`ani Farid (Satu-satunya Generasi Qur`ani), jihad, Laa ilaaha illallaah manhaj kehidupan, Jinsiyyatu Al-Muslim Aqidatuh (Warga Negara/Identitas Seorang Muslim adalah Aqidahnya), Isti’la` Al-Iman (Kesombongan/Ketinggian Iman), Hadza Huwa Ath-Thariq (Inilah Dia Jalan –yang Benar–), … dan lain-lain dimana maknanya secara keseluruhan adalah keber-agama-anmu kepada Allah? Bagaimana engkau nanti jika berdiri di hadapan Allah ketika orang ini (Sayyid Quthb) mendebatmu? Padahal, orang ini telah bertahun-tahun lamanya secara berturut-turut disifati oleh media massa Saudi sebagai syahidul Islam?”[18]
            Kiranya tentang Asy-Syahid Sayyid Quthb ini kami cukupkan dengan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh hafizhahullah[19] dan Syaikh Manna’ Khalil Al-Qaththan tentang kitab tafsir Fi Zhilal Al-Qur`an (Di Bawah Naungan Al-Qur`an) karya beliau.
            Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh berkata, “Kitab tafsir Fi Zhilal Al-Qur`an adalah kitab yang bermanfaat. Penulisnya menuliskannya agar Al-Qur`an ini dijadikan sebagai undang-undang kehidupan. Kitab ini bukanlah tafsir dalam arti kata harfiyah, tetapi penulisnya banyak menampilkan ayat-ayat Al-Qur`an yang dibutuhkan oleh seorang muslim dalam hidupnya… Di sana ada orang yang mengkritik sebagan istilah yang terdapat dalam kitab ini. Namun, sesungguhnya hal-hal yang dianggap kesalahan ini adalah dikarenakan indahnya perkataan Sayyid Quthb dan tingginya gaya bahasa yang beliau pergunakan di atas gaya bahasa pembaca. Inilah sebetulnya yang tidak dipahami oleh sebagian orang yang mengkritiknya. Kalau saja mereka mau menyelaminya lebih dalam dan mengulangi bacaannya, sungguh akan jelas bagi mereka kesalahan mereka, dan kebenaran Sayyid Quthb.”[20]
            Adapun Syaikh Manna’ Khalil Al-Qaththan rahimahullah berkata, “Sayyid Quthb telah menjumpai Tuhannya dalam keadaan syahid demi membela aqidahnya dengan meninggalkan warisan pemikirannya. Dan yang paling terdepan adalah kitab tafsirnya yang berjudul Fi Zhilal Al-Qur`an. Ini adalah kitab tafsir yang sempurna bagi kehidupan di bawah naungan Al-Qur`an dan petunjuk Islam. Penulisnya hidup di bawah naungan Al-Qur`an sebagaimana yang dipahami dari judulnya, beliau menikmati keindahan Al-Qur`an, dan mengungkapkannya dengan segala perasaannya; ungkapan yang jujur… Kitab ini terdiri dari delapan jilid dan telah dicetak berkali-kali dalam beberapa tahun, dikarenakan ia mendapatkan sambutan yang hangat dari para ilmuwan.”[21]

*   *   *


[1] - - -/hlm 32/Cetakan pertama.
[2] Ibid, hlm 495. Huruf tebal dari kami.
[4] Op.cit, hlm 580. Al Ustadz - - - sama sekali tidak menyebutkan contoh perkataan Sayyid Quthb yang menunjukkan bahwa beliau beraqidah hulul. Bahkan, meskipun Asy-Syahid Sayyid Quthb termasuk yang dijadikan bulan-bulanan oleh Al Ustadz - - - dalam bukunya, namun tidak ada satu pun buku karya Sayyid Quthb yang dijadikan referensi oleh beliau. Tidak ada satu pun. Apa bedanya hal ini dengan taqlid buta?
[5] Sebetulnya, Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid ini bergelar Doktor, namun beliau kurang berkenan jika disebut dengan gelar Doktor. Beliau mempunyai buku berjudul “Taghrib Al-Alqab Al-‘Ilmiyyah” (Westernisasi Gelar-gelar Ilmiah) yang di antara isinya adalah mengkritik berbagai gelar yang dipergunakan dunia lembaga pendidikan Islam, karena sebagian gelar-gelar tersebut berasal dari Barat alias dari negeri kafir. Menurut beliau, hal ini merupakan bagian dari tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang-orang kafir).
[6] Http://www.islamgold.com/view.php?gid=7&rid=94. Surat tertanggal 17/01/2004 M.
[7] Ibid. Surat terbuka ini, sesungguhnya adalah karena permintaan dari DR. Rabi’ sendiri kepada Syaikh Bakr agar bersedia memberikan pengantar atau komentar atas buku beliau yang menyerang Sayyid Quthb. Semula, Syaikh Bakr yang juga banyak hafal syair dan menguasai sastra Arab ini enggan memberikan komentarnya. Namun,karena DR. Rabi’ mendesak beliau agar berkenan memberikan komentarnya, akhirnya beliau pun menuliskan pendapat beliau yang sesungguhnya tentang buku Adhwa` Islamiyyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid Quthb wa Fikrih (Pandangan Islam Atas Aqidah dan Pemikiran Sayyid Quthb). Dalam surat yang cukup panjang lebar tersebut, Syaikh Bakr mengungkapkan ketidaksetujuannya atas buku dimaksud dengan bahasa yang cukup keras namun santun. Syaikh Bakr juga menyebutkan kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan yang terdapat buku tersebut. Di akhir surat, Syaikh Bakr bepesan kepada DR. Rabi’, “Dan pada penutup surat ini, sesungguhnya saya menasehatkan kepada Saudaraku yang terhormat fillah, agar mencabut percetakan buku Adhwa` Islamiyyah. Sesungguhnya, buku ini tidak boleh diterbitkan dan diedarkan, karena di dalamnya terdapat pelecehan yang amat berat dan pengaruh yang sangat besar terhadap para pemuda umat ini untuk terjerumus ke dalam perbuatan mencela ulama, mendiskreditkan ulama, meremehkan kemampuan mereka, dan melalaikan segala keutamaan mereka. Dan, maafkanlah saya –semoga Allah memberi berkah kepada Anda– jika saya agak keras dalam menggunakan istilah. Hal ini tak lain karena saya melihat pelecehan Anda yang sangat berat, dan karena rasa sayang saya kepada Anda, juga dikarenakan keinginan Anda yang begitu menggebu untuk mengetahui apa pendapat saya tentang buku Anda tersebut… Maka, pena saya pun menuliskannya sebagaimana yang telah lalu. Semoga Allah memberikan kebaikan kepada apa yang telah saya tulis dan kepada semuanya.” (Amin). Syaikh Bakr juga mengatakan, bahwa perbedaan Bahasa Arab yang digunakan oleh Syaikh Sayyid Quthb dan Syaikh Rabi’, ibarat bahasa yang digunakan seorang mahasiswa dan anak i’dadi (SMP). Sehingga, si anak yang masih i’dadi tidak begitu paham dengan bahasa si mahasiswa.
[8] - - -/hlm 110-111/Cetakan pertama. Huruf tebal dan miring dari Al Ustadz - - -.
[9] Dikarenakan sikap Syaikh Rabi’ yang sering menjelek-jelekkan ulama yang tidak sependapat ini, Syaikh Abu Bashir Ath-Thurthusi berkata tentang beliau, “… Adapun Rabi’ Al-Madkhali, saya tidak melihatnya dalam barisan para ulama dikarenakan lisannya yang sering kasar terhadap saudaranya.” Lihat di www.abubaseer.bizland.com/verdicts/read/51-75.doc.
[10] Wa ‘Araftu Al-Ikhwan/DR. Mahmud Jami’/hlm 172/penerbit Dar At-Tauzi’ wa An-Nasyr, Kairo/Cetakan ketiga/2004 M – 1425 H.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Ma’alim fi Ath-Thariq, salah satu buku karya Sayyid Quthb.
[15] Jamal Abdul Nashir dikenal dekat dengan Uni Soviet ketika itu. Bahkan pernah suatu kali dalam kunjungannya ke Moskow, Jamal mengatakan akan menangkapi tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin.
[16] Sebelumnya, dalam surat ini juga, Syaikh Ibnu Qu’ud rahimahullah menganggap sikap Syaikh Rabi’ ini adalah sikapnya orang yang sedang marah. Dan beliau menasehati Syaikh Rabi’ agar jangan menghukumi seseorang dalam keadaan marah, seraya memberikan dalilnya dari hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hal ini.
[17] Seolah-olah Syaikh Ibnu Qu’ud menganggap Syaikh Rabi’ tidak memahami kata-kata sastra yang dipakai oleh Asy-Syahid Sayyid Quthb.
[18] Http://www.islamgold.com/view.php?gid=2&rid=11, diambil dari buku beliau yang berjudul Majmu’ Rasa`il wa Maqalat. Surat tertanggal 14/10/2005 M.
[19] Mufti Kerajaan Saudi Arabia sekarang, pengganti Syaikh Bin Baz rahimahullah.
[21] Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur`an/Syaikh Manna’ Khalil Al-Qaththan/hlm 362-363/penerbit Maktabah Wahbah – Kairo/Cetakan kedua belas/2002 M – 1423 H.

3 komentar:

  1. SUBHANALLAH...ALLAHU AKBAR...!!!!
    Jazakallah ustadz, atas sharing ilmu dan pengetahuannya...semoga Allah melipatgandakan pahala bagi Antum dan melimpahkan pemahaman ilmu yg semakin luas dan bermanfaat bagi Diin dan Ummat Islam, amiinn...

    BalasHapus
  2. @ pak qwarta & pak ghulam
    syukron udah mampir.. amin 3x.. moga bermanfaat..
    barakallahu fikum..

    BalasHapus

(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik

Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...