Kamis, 14 April 2011

Perbedaan Pendapat Adalah Sunnatullah


 [Dinukil seperlunya dari buku kami: “Debat Terbuka Ahlu Sunnah Vs Inkar Sunnah” hlm 99-100. Lihat juga: http://abduhzulfidar.multiply.com/reviews/item/5]

 
Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

………….. Adapun apabila yang dimaksud oleh orang-orang inkar Sunnah adalah adanya berbagai madzhab fikih dalam Ahlu Sunnah wal Jama’ah, maka yang pertama kali harus dimengerti adalah, bahwa para imam madzhab sama sekali tidak pernah menolak Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kedua, para imam madzhab tidak pernah menolak suatu hadits yang terbukti keshahihannya bersumber dari Nabi. Ketiga, dan ini yang terpenting, bahwasanya para imam madzhab (dan para pengikutnya) hanya berbeda pendapat dalam masalah-masalah yang bersifat furu’iyah (cabang) saja, bukan dalam masalah-masalah yang prinsipil.
DR. Muhammad Abul Fath Al-Bayanuni menyebutkan empat sebab –secara global– terjadinya ikhtilaf (perbedaan) pendapat ini, yaitu:[1]
1.       Perbedaan dalam masalah menentukan kepastian suatu hadits apakah benar-benar bersambung sampai ke Nabi atau tidak. Sebab, terkadang ada hadits yang sampai kepada seorang imam, tetapi hadits tersebut tidak sampai kepada imam yang lain. Dan, hal ini berkaitan dengan perbedaan masing-masing imam dalam menentukan dipercaya tidaknya atau lemah tidaknya salah seorang perawi yang terdapat dalam jalur sanad.
2.       Perbedaan dalam memahami nash. Karena terkadang suatu nash atau hadits mengandung kata-kata tertentu yang memiliki dua makna atau lebih. Atau, terkadang di sana terdapat kata-kata tertentu yang maknanya masih global dan belum terperinci. Atau, bisa juga berpulang kepada perbedaan kemampuan dan bidang keahlian masing-masing imam.
3.       Perbedaan dalam cara menggabungkan dan menguatkan antara sejumlah hadits yang berbeda dalam satu masalah. Sekalipun suatu hadits sudah diketahui keshahihannya dan jelas maknanya, namun jika hadits tersebut bertentangan dengan hadits lain yang juga shahih dan jelas maknanya, maka diperlukan suatu ijtihad untuk menentukan mana hadits yang harus didahulukan. Di sinilah terkadang terjadi perbedaan persepsi di antara para imam.
4.       Perbedaan dalam masalah kaedah ushul fikih yang dipergunakan dalam beristimbat. Sebab, masing-masing imam berbeda dalam masalah ini. Ada yang menjadikan perkataan atau fatwa sahabat sebagai hujjah. Ada yang lebih mengutamakan praktik yang dilakukan penduduk Madinah. Ada yang lebih mendahulukan pendapat daripada hadits dhaif. Dan ada pula yang memperhatikan perbuatan si perawi; apakah sama dengan hadits yang diriwayatkannya atau berbeda.
Jadi, adanya perbedaan tersebut adalah sesuatu yang memang terjadi dikarenakan suatu sebab yang jelas. Akan tetapi, perbedaan tersebut bukanlah perpecahan dus bukan pula dikarenakan Sunnah. Hanya orang yang mengingkari Sunnah saja yang berani mengambinghitamkan Sunnah. Adapun pengikut Sunnah, maka dia tidak akan pernah menyalahkan Sunnah sebagai penyebabnya.
Bagaimanapun juga, perbedaan yang terjadi antarsesama manusia adalah sunnatullah. Perbedaan adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. DR. Yasir Burhami berkata, “Dalil-dalil qath’i dari Al-Qur`an dan Sunnah menegaskan bahwa perbedaan adalah sesuatu yang pasti terjadi antarsesama anak manusia. Dan, itu sudah menjadi ketentuan Allah atas mereka. Allah Ta’ala berfirman, ‘Dan tidaklah manusia itu dulunya melainkan hanya satu umat saja, tetapi kemudian mereka berselisih. Dan, kalau saja bukan karena kalimat Tuhanmu yang telah lalu, niscaya Dia akan memutuskan apa yang diperselisihkan di antara mereka.’[2] Jadi, dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa kalimat-Nya yang telah lalu dan keputusan-Nya yang pertama kali ketika menciptakan makhluk, adalah tidak memutuskan (siapa benar siapa salah dalam) perbedaan yang terjadi di antara mereka saat itu juga.”[3]

 *    *    *


[1] Dirasat fi Al-Ikhtilafat Al-‘Ilmiyyah/DR. Muhammad Abul Fath Al-Bayanuni/hlm 38/Penerbit Darussalam – Kairo/Cetakan Pertama/1998 M – 1418 H.
[2] Yunus: 19.
[3] Fiqh Al-Khilaf Baina Al-Muslimin/DR. Yasir Burhami/hlm 6/Penerbit Dar Al-Aqidah li At-Turats, Iskandariyah/Cetakan Perama/1996 M – 1416 H.

2 komentar:

  1. Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

    SALAM KENAL USTD

    ana numpang tolab

    wasallam !!!!!!!!!

    BalasHapus
  2. wa'alaikum salam wr. wb.
    ahlan wa sahlan.. lho bukannya ini fotonya pak darsa otong di fesbuk? :-)
    monggo, silakan dibaca2, moga bermanfaat.. amin..
    salam kenal juga, pak..
    wassalam..

    BalasHapus

(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik

Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...