Senin, 04 April 2011

Kelemahan Hadits Doa Sebelum Makan

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

Doa makan yang kita bahas ini sudah sangat terkenal dan dipakai oleh mayoritas kaum muslimin. Waktu kecil kita diajari dengan doa makan ini, dan mungkin kita mengamalkannya sampai hari ini. Dan, ketika besar pun, kita mengajari anak-anak kita dengan doa makan yang memang sangat masyhur ini. Padahal, doa makan yang biasa kita baca sehari-hari ini adalah dha’if.

Hadits Pertama
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu 'Anhuma, bahwa apabila Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hendak menyantap makanan, beliau membaca:
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ، بِسْمِ اللهِ .
“Ya Allah, berkahilah kami pada apa yang telah Engkau karuniakan kepada kami, dan hindarkanlah kami dari siksa neraka. Dengan nama Allah.”

Hadits Kedua
            Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah, bahwa ayahnya (Urwah bin Az-Zubair) setiap kali akan makan dan minum, bahkan minum obat, dia tidak makan dan minum sebelum membaca:
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي هَدَانَا وَأَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَنَعَمَنَا وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللَّهُمَّ أَلْفَتْنَا نِعْمَتُكَ بِكُلِّ شَرٍّ ، فَأَصْبَحْنَا وَأَمْسَيْنَا مِنْهَا بِكُلِّ خَيْرٍ ، فَنَسْأَلُكَ تَمَامَهَا وَشُكْرَهَا ، لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ إِلَهَ الصَّالِحِيْنَ وَرَبَّ الْعَالَمِيْنَ ، اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ، مَا شَاءَ اللهُ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
            “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kita hidayah, makanan, minuman, dan nikmat.  Allah Mahabesar. Ya Allah, nikmat-Mu telah melunakkan kami dari segala keburukan, maka kami berada di pagi dan sore hari dengan segala kebaikan dengan nikmat-Mu. Kami mohon kepada-Mu kesempurnaan dan kesyukurannya. Tiada kebaikan kecuali kebaikan-Mu. Tiada Tuhan selain-Mu, Tuhan orang-orang saleh dan Tuhan alam semesta. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Tiada Tuhan selain Allah. Apa pun terserah kehendak Allah dan tiada kekuatan kecuali karena Allah. Ya Allah, berkahilah kami pada apa yang telah Engkau karuniakan kepada kami, dan hindarkanlah kami dari siksa neraka.”

Takhrij
            Hadits pertama diriwayatkan Imam Ath-Thabarani dalam Ad-Du’a` (814), Ibnu As-Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah (456), dan Ibnu Adi dalam Al-Kamil (biografi Muhammad bin Abi Az-Zu’aizi’ah); dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu 'Anhuma, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
            Hadits kedua diriwayatkan Imam Malik dalam Al-Muwaththa` (1465), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (66/9), Al-Baihaqi dalam Al-Asma` wa Ash-Shifat (363), Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (biografi Urwah bin Az-Zubair); dari Urwah bin Az-Zubair.
Hadits kedua juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunia dalam Asy-Syukr (166) dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu 'Anhu.

Derajat Hadits: Dha’if
            Pada hadits pertama, terdapat Muhammad bin Abi Az-Zu’aizi’ah dalam sanadnya. Ibnu Abi Az-Zu’ai’ah ini adalah seorang yang dha’if, didha’ifkan oleh para imam hadits.
            Imam Al-Bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir (244) berkata, “Haditsnya sangat mungkar.”
            Ibnu Hibban berkata, “Dia termasuk orang yang suka meriwayatkan hadits mungkar dari para imam yang masyhur… Tidak boleh berhujjah dengannya.”[1]
            Abu Nu’aim Al-Ashbahani berkata dalam Adh-Dhu’afa` (227), “Mengabarkan hadits-hadits mungkar di Syam dari Nafi’ dan Ibnul Munkadir.”
            Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil (1425) berkata, “Aku bertanya kepada ayahku tentang dia (Muhammad bin Abi Az-Zu’aizi’ah), maka dia mengatakan; Tidak usah diurusi, dia itu munkarul hadits.”
            Ibnu Adi berkata, “Dia munkarul hadits, haditsnya tidak perlu ditulis.”[2]
            Al-Uqaili memasukkan Muhammad bin Abi Az-Zu’aizi’ah dalam kitabnya Adh-Dhu’afa` Al-Kabir, nomor 1621.
            Ibnu Hajar menukil dari Ibnu Hibban, “Dia itu salah seorang dajjal.”[3]
*   *   *
            Adapun hadits kedua, ia berhenti pada Urwah bin Az-Zubair, dan ini adalah hadits mursal. Sebab, Urwah tidak berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Urwah lahir –menurut pendapat yang rajih– tahun 23 H pada awal masa kekhalifahan Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu, jauh setelah wafatnya Nabi.
            Adapun hadits riwayat Ibnu Abi Ad-Dunia, ia juga lemah, karena terputus sanadnya. Ibnu Abi Ad-Dunia meriwayatkannya dari Ali bin Harb Ath-Tha`i, dari Al-Husain bin Ali Al-Ju’fi, dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu 'Anhu. Al-Ju’fi tidak berjumpa dengan Abu Musa. Al-Ju’fi lahir tahun 119 H, sementara Abu Musa meninggal tahun 42 H. Selain itu, hadits ini juga tidak berhenti pada Abu Musa dan tidak marfu’ kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Catatan
  • Imam An-Nawawi menyebutkan hadits doa sebelum makan ini dalam Al-Adzkar dan mendiamkannya.
  • Syaikh Abdul Aziz Musthafa dan DR. Muhammad Tamir, yang mentahqiq kitab Al-Adzkar terbitan Dar At-Taqwa, Mesir, mendhaifkan hadits ini. Mereka berkata, “Dhaif. Diriwayatkan Ibnu As-Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah (459) dari hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu 'Anhuma,” tanpa keterangan di mana letak kelemahannya.
Doa Makan yang Ma`tsur
            Doa pertama; Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ أَطْعَمَهُ اللَّهُ طَعَامًا فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَارْزُقْنَا خَيْرًا مِنْهُ .
 “Barangsiapa yang diberi suatu makanan oleh Allah, hendaknya dia membaca: Ya Allah, berkahilah kami dalam –makanan– ini dan berikanlah rezeki kepada kami yang lebih baik darinya.”[4]
Doa kedua; Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ .
            “Apabila salah seorang kalian akan makan, hendaknya dia membaca: Ya Allah, berkahilah kami dalam makanan ini dan berilah kepada kami makanan yang lebih baik.”

Takhrij
            Hadits pertama diriwayatkan Imam Ibnu Majah (3313) dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
            Hadits kedua diriwayatkan Imam Abu Dawud (3242), At-Tirmidzi (3377), Ahmad (1876), Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf (8676), Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (5781), dan Ibnu As-Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah (473); juga dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Derajat Hadits: Hasan
            Hadits pertama dihasankan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah (3322).
            Dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (2320), Syaikh Al-Albani menyebutkan hadits ini dan menghasankannya. Hadits tersebut diriwayatkan Abu Abdillah bin Marwan Al-Qurasyi dalam Al-Fawa`id, juga dari Ibnu Abbas.
            Sedangkan hadits kedua, ia juga hadits hasan. At-Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan.”
            Imam An-Nawawi menampilkan hadits ini dalam Al-Adzkar (683), dan mengutip perkataan Imam At-Tirmidzi yang menghasankannya.
            Al-Albani menghasankan hadits ini dalam Shahih Sunan Abi Dawud (3730), Shahih Sunan At-Tirmidzi (3455), dan Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir (10989).
Wallahu a’lam bish-shawab.
*   *   *


[1] Kitab Al-Majruhin (2/288).
[2] Al-Kamil fi Dhu’afa` Ar-Rijal (6/205).
[3] Lisan Al-Mizan (2/386).
[4] HR. At-Tirmidzi (3377), Abu Dawud (3242), dan Ibnu Majah (3313), Ahmad (1876), dan Al-Baihaqi (Syu’ab Al-Iman/Jilid 5/Hlm 123/hadits nomor 6041)); dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma. At-Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan.” Syaikh Al-Albani juga menghasankan hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah/Jilid 5/hadits nomor 2320.

4 komentar:

(hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jika berlebihan tidak baik

Hikmah jelang siang: (hukum) wisata kuliner, bukan tidak boleh, tapi jik a berlebihan tidak baik ' ada yg bertanya via WA ttg ha...