Oleh : Abduh Zulfidar Akaha
Secara paradigma pemikiran dan pemahaman, sejarah inkar Sunnah memang sangat erat dengan golongan Khawarij, Muktazilah, dan Syiah.[1] Dan dari segi benih kemunculan, mereka sudah tampak sejak masa sahabat. Bahkan, kabar tentang akan adanya orang yang mengingkari Sunnah sudah pernah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Tetapi, dari segi golongan atau kelompok yang terpisah dan berdiri sendiri, inkar Sunnah ini sesungguhnya tidak pernah eksis kecuali pada masa penjajahan kolonial Inggris di India sekitar abad delapan belas.
Barangkali, satu-satunya kitab turats yang di dalamnya ada pembahasan khusus yang membantah pemahaman orang-orang inkar Sunnah yang menunjukkan keberadaannya adalah kitab Ar-Risalah karya Imam Asy-Syafi’i, yang memang waktu itu sempat berhadapan dengan mereka. Adapun kitab-kitab turats lain, biasanya hanya membahas masalah kedudukan Sunnah dalam syariat Islam serta hukum orang yang mengingkarinya. Misalnya, Al-Kifayah fi ‘Ilm Ar-Riwayah (Imam Al-Khathib Al-Baghdadi), Syarh As-Sunnah An-Nabawiyyah (Imam Abu Muhammad Al-Baghawi), dan Miftah Al-Jannah fi Al-Ihtijaj bi As-Sunnah (Imam Jalaluddin As-Suyuthi).
Semestinya, apabila kelompok inkar Sunnah benar-benar pernah ada wujudnya dalam perjalanan sejarah Islam, tentu akan mudah ditemui kisahnya dalam kitab-kitab tarikh yang besar semacam; Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk(Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari), Tarikh Al-Islam (Imam Adz-Dzahabi), Al-Bidayah wa An-Nihayah (Imam Ibnu Katsir), Tarikh Dimasyq (Ibnu Asakir), Al-Kamil fi At-Tarikh (Ibnul Atsir), dan Tarikh Baghdad (Al-Khathib Al-Baghdadi).
Padahal, betapa banyaknya tokoh-tokoh sesat yang bernasib tragis yang kisahnya dimuat dalam kitab-kitab sejarah Islam. Sebutlah misalnya;Abdullah bin Saba`[2] yang akan dibakar oleh Ali bin Abi Thalib, tetapi berhasil melarikan diri;[3] Al-Harits bin Said Al-Mutanabbi (79 H) yang dihukum mati dengan cara dilempar tombak di tiang salib oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan Al-Umawi;[4] Ma’bad Al-Juhani Al-Qadari (80 H) yang juga dihukum mati oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan;[5] Ghailan Ad-Dimasyqi Al-Qadari(105 H) yang dihukum salib dan dipenggal lehernya oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik;[6] Abbad Ar-Ru’aini Al-Khariji (107 H) dibunuh oleh Gubernur Yaman Yusuf bin Umar;[7] Ammar bin Yazid Bakhdasy (118 H) yang dipotong tangannya dan disalib oleh Gubernur Irak Khalid bin Abdillah Al-Qasri;[8] Al-Ja’d bin Dirham (124 H) yang disembelih pada hari raya Idul Adha layaknya qurban juga oleh Khalid bin Abdillah Al-Qasri;[9] Al-Jahm bin Shafwan (128 H) yang dibunuh oleh Salam bin Ahwaz,[10] kepala kepolisian pada masa Khalifah Marwan Al-Himari, khalifah terakhir Bani Umayyah; Bisyr Al-Marrisi, seorang tokoh Muktazilah yang menghilang tak tentu rimbanya karena takut akan dibunuh oleh Khalifah Harun Al-Rasyid; Al-Husain bin Manshur Al-Hallaj (309 H), tokoh sesat sufi yang dihalalkan darahnya dan dikafirkan oleh para ulama dan kaum muslimin ketika itu yang kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Khalifah Al-Muqtadir Billah.[11] Dan masih banyak lagi yang lain. Akan tetapi, dari sekian banyak tokoh sesat lagi menyesatkan yang mengemuka dan dicatat oleh sejarah, tidak satu pun di antara mereka yang dikenal sebagai seorang yang berpaham inkar Sunnah.
Atau lebih khusus lagi, seharusnya mereka juga mudah ditemukan dalam kitab-kitab yang membahas golongan-golongan dalam Islam atau dinisbatkan ke Islam atau yang pernah bersinggungan dengan Islam. Seperti; Al-Milal wa An-Nihal (Abul Fath Asy-Syahrastani/w. 548 H) dan Al-Farq Baina Al-Firaq (Abu Manshur Al-Baghdadi/w. 409 H)). Atau buku-buku dalam masalah ini yang muncul belakangan, seperti; Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyyah (Syaikh Muhammad Abu Zuhrah) dan Islam Bila Madzahib (DR. Musthafa Syak’ah). Namun, faktanya tidaklah demikian. Mereka benar-benar tidak terekam dalam sejarah.
Jadi, aliran sesat inkar Sunnah ini memang bagaikan hantu yang muncul tiba-tiba. Mereka pernah terdengar beritanya hingga abad kedua Hijriyah, itu pun sayup-sayup. Selanjutnya, mereka lenyap ditelan bumi. Tidak ada kabar, tidak ada suara, dan tiada wujud. Kemudian, setelah berabad-abad lamanya (sekira sepuluh abad) tahu-tahu mereka muncul di India . Tentu hal ini membuat orang waras bertanya-tanya, kenapa kemunculan mereka berbarengan dengan masa penjajahan Inggris? Ke mana saja inkar Sunnah ini selama sepuluh abad sebelumnya?
Dalam salah satu email diskusi yang kami tujukan kepada Pak Deepspace, salah satu aktor inkar Sunnah di dunia maya, kami katakan bahwa mereka ini seperti teori Darwin saja; ada link atau mata rantai yang hilang.[12] Ibarat sanad, ada yang terputus, alias tidak bersambung. Sungguh susah memahami kerangka berpikir mereka, di satu sisi mereka menolak hadits karena baru ditulis 200-an tahun setelah Nabi wafat, tetapi di sisi lain mereka juga baru eksis 1200-an tahun setelah Nabi wafat. Kalau mereka tidak percaya Sunnah, semestinya mereka lebih tidak percaya kepada diri mereka sendiri. Bahkan, barangkali bisa juga bisa dikatakan bahwa inkar Sunnah ini bagaikan anak haram yang tidak jelas siapa bapaknya dan pula tidak diketahui siapa ibu yang melahirkannya!
Dalam hal ini, setidaknya ada enam kelemahan inkar Sunnah di hadapan Ahlu Sunnah:
a. Ahlu Sunnah selalu eksis sejak masa Nabi dan sahabat hingga sekarang. Dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa terputus sedetik pun, senantiasa bersambung. Dan, insya Allah hingga Hari Kiamat kelak. Amin.
- Inkar Sunnah baru eksis 1200 tahun setelah wafatnya Nabi.
b. Ahlu Sunnah selalu dapat mengalahkan argumentasi orang yang mengingkari Sunnah pada dua abad pertama paska wafatnya Nabi ketika secara personal mereka pernah ada.
- Orang yang mengingkari Sunnah selalu kalah jika berhadapan dengan para ulama Ahlu Sunnah ketika itu.
c. Ahlu Sunnah mempunyai khazanah keilmuan yang sangat melimpah dalam berbagai disiplin ilmu; Al-Qur`an dan ilmu-ilmu Al-Qur`an, tafsir Al-Qur`an, kitab-kitab hadits dan ilmu-ilmu hadits, fikih dan ushul fikih, sejarah Islam dan madzhab-madzhab dalam Islam, dan lain-lain. Semuanya penuh dengan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
- Inkar Sunnah sama sekali tidak memiliki kekayaan intelektual sebagaimana Ahlu Sunnah.
d. Setiap abad, setiap masa, dan setiap saat, selalu saja ada tokoh ulama Ahlu Sunnah dan para imam yang mengemuka. Nama-nama mereka tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Islam, terutama dalam literatur biografi yang menyebutkan berbagai kelebihan dan sumbangsih mereka dalam menegakkan agama Islam.
- Inkar Sunnah tidak memiliki tokoh-tokoh seperti Ahlu Sunnah, kecuali setelah abad delapan belas Masehi. Itu pun tercatat dengan noda merah. Banyak di antara tokoh inkar Sunnah yang hidupnya berakhir dengan mengenaskan, setimpal dengan dosa-dosanya.
e. Ahlu Sunnah, baik ulamanya ataupun umat Islam secara umum, banyak terlibat dalam perjuangan (baca; jihad) melawan musuh-musuh Islam. Kemenangan-demi kemenangan pasukan kaum muslimin atas musuh-musuhnya tercatat dengan indah dalam sejarah.
- Adapun inkar Sunnah, justru tercatat sebagai orang-orang atau kelompok yang diperangi oleh kaum muslimin. Mereka adalah ‘pe-er’ bagi umat Islam. Mereka adalah musuh dalam selimut.
f. Para khalifah, sejak masa Khulafa`ur rassyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Daulah Utsmaniyah, adalah orang-orang yang memegang teguh memegang Al-Qur`an dan Sunnah Nabi.[13]
- Inkar Sunnah tidak memiliki peran apa pun dalam pemerintahan Islam. Tidak ada satu pun khalifah dalam sejarah Islam yang berpaham inkar Sunnah.
* * *
[1] Belakangan, inkar Sunnah juga banyak mengadopsi pendapatnya dari para orientalis.
[2] Tokoh utama di balik munculnya Syiah, mengatakan ketuhanan Ali bin Abi Thalib. Bahkan, tidak sedikit ulama yang menyebutkan bahwa Ibnu Saba` inilah penyebab utama terjadinya fitnah dan perpecahan di antara kaum muslimin. Dialah yang menghasut orang-orang di Yaman, Irak, dan Mesir untuk menurunkan Utsman bin Affan dari kursi khalifah, hingga akhirnya Utsman terbunuh. Lihat misalnya; Ad-Daulah Al-Umawiyyah/DR. Yusuf Al-Isy/Penerbit Dar Al-Fikr, Beirut .
[3] Lihat; Al-Milal wa An-Nihal/Asy-Syahrastani/juz I/hlm 181/Penerbit Al-Maktabah At-Taufiqiyyah/Tanpa tahun, Al-Farq Baina Al-Firaq/Al-Baghdadi/hlm 213/Penerbit Dar Al-Ma’rifah, Beirut/1994 M – 1415 H, dan Asy-Syi’ah fi Al-Mizan/DR. Muhammad Yusuf An-Najrami/hlm 39/Penerbit Dar Al-Madani, Kairo/Cetakan I/1987 M – 1407 H.
[4] Al-Harits mengaku sebagai nabi yang mendapatkan wahyu. Lihat; Al-Bidayah wa An-Nihayah/Ibnu Katsir/jilid 5/juz 9/hlm 29/Penerbit Maktabah Al-Iman, Manshurah – Mesir/Tanpa tahun.
[5] Ibid, hlm 37.
[6] Nihayatu Azh-Zhalimin/Syaikh Sa’ad Yusuf Abu Aziz/hlm 175/Dar Al-Fajr li At-Turats, Kairo/Cetakan I/2000 M – 1421 H.
[7] Op. cit. no. 333/hlm. Abbad; salah seorang tokoh Khawarij yang membangkang pemerintah.
[8] Ibid, hlm 321. Ammar adalah seorang zindiq bermadzhab Khuramiyah. Dia membolehkan seseorang menggauli istri orang lain dan sebaliknya.
[9] Ibid, hlm 351. Al-Ja’d adalah orang yang pertama kali mengatakan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk, yang kemudian dilanjutkan oleh orang-orang Muktazilah, terutama pada masa Imam Ahmad.
[10] Ibid, hlm 383. Al-Jahm ini adalah seorang ahli bid’ah yang mempunyai sejumlah pendapatnyeleneh. Kepadanya dinisbatkan paham Jahmiyah. Lihat juga Al-Milal wa An-Nihal/juz 1/hlm 99.
[11] Ibid, jilid 6/hlm 149 – 151. Al-Hallaj dikenal dengan paham wihdatul wujudnya, namun selain itu masih banyak lagi pemahaman sesatnya.
[12] Lihat sub-bab “Sunnah dan Hadits Versi Inkar Sunnah.”
[13] Harus diakui, bahwa ada sejumlah khalifah yang mempunyai pemahaman menyimpang dariframe Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Misalnya; Marwan Al-Himari (khalifah terakhir Bani Umayyah), Al-Makmun, Al-Mu’tashim, dan Al-Mutawakkil (tiga khalifah Bani Abbasiyah yang berpaham Muktazilah, tetapi Al-Mutawakkil dikabarkan bertaubat dan membebaskan Imam Ahmad). Namun demikian, mereka bukanlah orang yang mengingkari Sunnah. Selain itu,dalam sejarah Islam juga tercatat ada sebagian daulah-daulah kecil yang berpaham menyimpang. Tetapi, tidak ada kabar bahwa mereka adalah inkar Sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar